Dalam
kehidupan kita dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Demikian juga dalam kehidupan masyarakat, selalu ada perubahan baik dari
unsur-unsur sosial maupun unsur-unsur budaya, sehingga muncul istilah perubahan
sosial dan perubahan budaya.
Perubahan
sosial adalah adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda
yang ada dalam kehidupan sosial, sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan
sosial baru. Dengan kata lain, perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi
dalam struktur sosial atau organisasi sosial yang meliputi perubahan dalam
sikap, perilaku, norma, sistem nilai, dan pola-pola perilaku.
Unsur-unsur sosial dalam masyarakat
meliputi sebagai berikut.
a. nilai-nilai sosial,
b. norma-norma sosial,
c. pola-pola perikelakuan,
d. organisasi,
e. susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan,
f. lapisan-lapisan dalam masyarakat,
g. kekuasaan dan wewenang,
h. interaksi sosial, dan
i. hubungan sosial.
Perubahan
kebudayaan adalah adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda
sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Unsur-unsur kebudayaan dikenal sebagai tujuh unsur yang
universal, yaitu:
a.
bahasa,
b.
sistem pengetahuan,
c.
organisasi sosial,
d. sistem peralatan hidup dan teknologi,
e. sistem ekonomi dan mata pencaharian,
f.
sistem religi, dan
g.
kesenian.
Perubahan sosial dan perubahan budaya erat hubungannya satu sama lain. Antara
keduanya saling mempengaruhi yang bersifat terus-menerus dan menyangkut seluruh
aspek kehidupan. Hubungan perubahan sosial dan perubahan kebudayaan, adalah
sebagai berikut.
a. Perubahan kebudayaan sering mempengaruhi perubahan
sosial. Misalnya, bila suatu negara mengubah bentuk pemerintahannya, perubahan itu
akan mempengaruhi lembaga-lembaga sosial, struktur kelas sosial, cara-cara
berinteraksi, dan peraturan-peraturan yang berlaku.
b. Tidak semua perubahan kebudayaan mempengaruhi perubahan
sosial. Misalnya, perubahan mode pakaian dan perubahan logat suatu bahasa tidak
mempengaruhi perubahan sosial.
- Sifat
Perubahan
Secara ringkas dapat
kita ketahui bahwa sifat perubahan adalah sebagai berikut.
a.
Merupakan hal yang wajar
b.
Mesti harus terjadi
c.
Gejala bersifat umum
d. Selama masih ada masyarakat mesti akan mengalami perubahan
e.
Menarik, menyolok, atau hanya
biasa-biasa saja
f. Ada yang pengaruhnya terbatas, atau berpengaruh luas
g.
Bisa lambat bisa cepat
h.
Bisa diamati atau sama sekali tidak
disadari.
- Karakteristik Perubahan Sosial dan Budaya
Dengan memahami definisi perubahan sosial dan budaya di
atas, maka suatu perubahan dikatakan sebagai perubahan sosial budaya apabila
memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya, oleh
karena setiap masyarakat mengalami perubahan-perubahan yang terjadi secara
lambat atau secara cepat.
b. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga
kemasyarakatan tertentu, akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada
lembaga-lembaga sosial lainnya.
c.
Perubahan-perubahan
sosial yang cepat, biasanya mengakibatkan terjadinya disorganisasi yang
sementara sifatnya di dalam proses penyesuaian diri.
d. Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang
kebendaan atau bidang spiritual saja, oleh karena kedua bidang tersebut
mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat.
e.
Secara tipologis maka
perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai proses sosial (social process), segmentasi (segmentation), perubahan struktural (structural change), dan perubahan dalam struktur kelompok (changes in group structure).
- Teori-teori tentang perubahan sosial.
Beberapa teori tentang perubahan sosial adalah sebagai berikut.
a.
Teori Evolusi (Evolutionary
Theory)
Tokoh yang berpengaruh pada teori ini adalah Emile Durkheim dan Ferdinand
Tonnies.
Durkheim
berpendapat bahwa perubahan karena evolusi mempengaruhi cara pengorganisasian
masyarakat, terutama yang berhubungan dengan kerja. Sedangkan Tonnies memandang
bahwa masyarakat berubah dari masyarakat sederhana yang mempunyai hubungan erat
dan kooperatif menjadi tipe masyarakat besar yang memiliki hubungan yang
terspesialisasi dan impersonal. Akan tetapi perubahan-perubahan tersebut tidak
selalu membawa kemajuan, kadang bahkan membawa perpecahan dalam masyarakat,
individu menjadi terasing, dan lemahnya ikatan sosial
seperti yang terjadi dalam masyarakat perkotaan.
Teori ini
hanya menjelaskan bagaimana perubahan terjadi tanpa mampu menjelaskan mengapa
masyarakat berubah.
b.
Teori Konflik (Conflict
Theory)
Tokoh dalam teori ini adalah Ralf
Dahrendorf. Ia berpendapat bahwa semua perubahan sosial merupakan hasil
dari konflik kelas di masyarakat. Ia yakin bahwa konflik dan pertentangan
selalu ada dalam setiap bagian masyarakat. Menurut
pandangannya, prinsip dasar teori konflik, yaitu konflik sosial dan perubahan
sosial, selalu melekat dalam struktur masyarakat. Menurut teori ini, konflik
berasal dari pertentangan kelas antara kelompok tertindas dan kelompok penguasa
sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini berpedoman pada
pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas sosial merupakan
sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial.
c.
Teori Fungsionalis (Functionalist
Theory)
Teori fungsionalis berusaha melacak penyebab
perubahan sosial sampai ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang
secara pribadi mempengaruhi mereka. Teori ini berhasil menjelaskan perubahan
sosial yang tingkatnya moderat.
Konsep kejutan budaya (cultural lag) dari William
Ogburn berusaha menjelaskan perubahan sosial dalam kerangka fungsionalis
ini. Menurutnya, meskipun unsur-unsur masyarakat saling berhubungan satu sama
lain, beberapa unsur lainnya tidak secepat itu sehingga tertinggal di belakang.
Ketertinggalan itu menjadikan kesenjangan sosial dan budaya antara unsur-unsur
yang berubah sangat cepat dan unsur-unsur yang berubah lambat. Kesenjangan ini
akan menyebabkan adanya kejutan sosial dan budaya pada masyarakat.
Ogburn menyebutkan perubahan teknologi biasanya
lebih cepat daripada perubahan budaya nonmaterial seperti kepercayaan, norma,
nilai-nilai yang mengatur masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, dia
berpendapat bahwa perubahan teknologi seringkali menghasilkan kejutan budaya
yang pada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku yang baru, meskipun
terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional.
d.
Teori Siklis (Cyclical
Theory)
Teori ini mempunyai perspektif (sudut pandang)
yang menarik dalam melihat perubahan sosial. Teori ini beranggapan bahwa
perubahan sosial tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapa pun, bahkan orang-orang
ahli sekali pun. Dalam setiap masyarakat terdapat siklus yang harus diikutinya.
Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran suatu peradaban (budaya) tidak
dapat dielakkan, dan tidak selamanya perubahan sosial membawa kebaikan.
Oswald Spengler mengemukakan teorinya bahwa setiap masyarakat
berkembang melalui empat tahap perkembangan seperti pertumbuhan manusia, yaitu:
masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan tua.
- Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Perubahan-perubahan sosial
dan kebudayaan yang terjadi di dalam masyarakat, dapat dibedakan sebagai
berikut.
a. Berdasarkan kecepatan perubahan
1) Evolusi
Evolusi adalah perubahan-perubahan
yang memerlukan waktu yang lama, di mana terdapat suatu rentetan
perubahan-perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat.
2)
Revolusi
Revolusi
adalah perubahan yang sangat cepat, radikal, dengan menghancurkan seluruh
tatanan lama untuk digantikan dengan tatanan baru, dan seringkali disertai
dengan kekerasan serta jumlah korban yang besar.
Secara
sosiologis, agar suatu revolusi dapat terjadi, maka harus dipenuhi
syarat-syarat tertentu, antara lain:
a) Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu
perubahan.
b) Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang
dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
c) Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan
tersebut, untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas dari
masyarakat, untuk dijadikan program dan arah bagi geraknya masyarakat.
d) Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan
pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut terutama sifatnya konkrit
dan dapat dilihat oleh masyarakat.
e) Harus ada “momentum” untuk revolusi.
b.
Berdasarkan besar kecilnya pengaruh yang ditimbulkan
1) Perubahan-perubahan yang kecil pengaruhnya
Perubahan kecil adalah perubahan pada bagian kecil dari
satu unsur budaya yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi
seseorang atau masyarakat. Misalnya peurbahan dalam mode pakaian dan rambut
merupakan bagian kecil dari unsur kesenian yang kurang berarti bagi aspek-aspek
kehidupan secara menyeluruh dalam masyarakat.
2) Perubahan-perubahan yang besar pengaruhnya
Perubahan besar adalah suatu perubahan yang berpengaruh
pada masyarakat sehingga terjadi perubahan pada sistem sosial budaya, yaitu
terjadinya perubahan pola berpikir struktur masyarakat, sistem hubungan kerja,
sistem mata pencaharian, dan stratifikasi sosial sebagai akibat dari pengaruh
industrialisasi. Sebagai contoh, suatu proses industrialisasi pada masyarakat
yang agraris, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh yang besar pada
masyarakat. Berbagai lembaga-lembaga kemasyarakatan akan terpengaruh olehnya
seperti misalnya hubungan kerja, sistem pemilikan tanah, hubungan-hubungan
kekeluargaan, stratifikasi masyarakat, dan seterusnya.
c. Berdasarkan ada tidaknya perencanaan
perubahan
1)
Perubahan yang dikehendaki (intended-change)
atau perubahan yang direncanakan (planned-change) merupakan perubahan
yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak
yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat.
Pihak-pihak
yang menghendaki perubahan dinamakan agent
of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan
dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Agent of change
memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial.
2)
Perubahan-perubahan sosial yang tidak
dikehendaki (unintended-change) atau
perubahan yang tidak direncanakan (unplanned-change),
merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki serta berlangsung
di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya
akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan oleh masyarakat.
- Faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya
a. Faktor
Internal
Faktor internal atau sebab-sebab yang
bersumber dalam masyarakat itu sendiri adalah sebagai berikut.
1)
Bertambah
atau berkurangnya penduduk
Pertambahan penduduk yang terjadi sangat cepat menyebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama pada lembaga
kemasyarakatannya. Misalnya, orang mengenal hak milik individual atas tanah,
sewa tanah, bagi hasil dan lain sebagainya yang sebelumnya belum dikenal.
Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan karena perpindahan
penduduk. Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya dalam bidang
pembagian kerja yang mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan. perpindahan
penduduk telah berlangsung selama ratusan ribu tahun lamanya di dunia ini.
2)
Penemuan-penemuan
baru
Penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan
dibedakan menjadi dua, yaitu discovery
dan invention.
Discovery adalah penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik
yang berupa suatu alat baru, ataupun yang berupa suatu ide yang baru, yang
diciptakan oleh seorang individu atau suatu rangkaian ciptaan-ciptaan dari
individu-individu dalam masyarakat yang bersangkutan.
Invention adalah penemuan baru yang sudah diakui, diterima, serta
diterapkan oleh masyarakat. Sehingga discovery baru menjadi invention kalau
masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu.
Pendorong bagi individu-individu untuk mencari
penemuan-penemuan baru antara lain:
a) kesadaran dari
orang perorangan akan kekurangan dalam kebudayaan,
b) kualitas dari
ahli-ahli dalam suatu kebudayaan,
c) perangsang bagi
aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat
3)
Pertentangan
(conflict)
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu
pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya
tidak berdaya.
4)
Terjadinya
pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri.
Revolusi adalah faktor penyebab perubahan sosial budaya yang
sangat cepat dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur-struktur
lembaga masyarakat.
b. Faktor
Eksternal
Faktor eksternal
adalah faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat itu. Faktor eksternal
yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sosial budaya adalah sebagai
berikut.
1) Sebab-sebab yang
berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia.
Perubahan lingkungan alam bisa menjadi
penyebab utama perubahan sosial budaya. Sebagai contoh adalah bencana tsunami
yang terjadi di Aceh yang menyebabkan kehidupan masyarakat nelayan berubah
menjadi petani setelah dievakuasi ke dataran tinggi. Masyarakatnya harus pindah
dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru, tentu dengan sistem sosial budaya
yang baru pula.
2) Peperangan
Peperangan menyebabkan perubahan sosial budaya pada banyak
aspek. Negara yang kalah perang akan dipaksa untuk menerima nilai-nilai yang
dibawa oleh negara yang memenangkan perang. Contohnya adalah perang antara
Amerika dan sekutu terhadap Irak, yang menyebabkan Amerika dan sekutu berupaya
untuk mempengaruhi sistem politik, sosial, dan budaya di negara Irak.
3)
Pengaruh
kebudayaan masyarakat lain
Dalam kaitannya dengan pengaruh kebudayaan masyarakat lain,
dikenal istilah-istilah sebagai berikut.
a) Akulturasi (cultural contact), yaitu suatu kebudayaan tertentu yang dihadapkan
dengan unsur-unsur kebudayaan asing, yang lambat laun unsur kebudayaan asing
tersebut melebur atau menyatu ke dalam kebudayaan sendiri (asli), tetapi tidak
menghilangkan ciri kebudayaan lama.
b) Difusi, yaitu penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat
lain, dari orang ke orang lain, dan dari masyarakat ke masyarakat lain.
c) Penetrasi, yaitu masuknya unsur-unsur kebudayaan
asing secara paksa, sehingga merusak kebudayaan lama yang didatangi.
Apabila
kebudayaan baru seimbang dengan kebudayaan setempat, masing-masing kebudayaan
hampir tidak mengalami perubahan atau tidak saling mempengaruhi, disebut
hubungan symbiotic.
d) Invasi, yaitu masuknya unsur-unsur
kebudayaan asing ke dalam kebudayaan setempat dengan peperangan (penaklukan)
bangsa asing terhadap bangsa lain.
e) Asimilasi, yaitu proses penyesuaian
(seseorang/kelompok orang asing) terhadap kebudayaan setempat.
Dengan asimilasi kedua kelompok baik asli maupun pendatang
lebur dalam satu kesatuan kebudayaan.
Penyebab asimilasi antara lain:
toleransi, rasa simpati, kesamaan kepentingan, dan perkawinan.
f)
Hibridisasi, yaitu perubahan kebudayaan yang
disebabkan oleh perkawinan campuran antara orang asing dengan penduduk
setempat.
g) Milenarisme, yaitu
salah satu bentuk kebangkitan yang berusaha mengangkat golongan masyarakat
bawah yang tertindas dan telah lama menderita dalam kedudukan sosial yang
rendah.
h) Adaptasi, yaitu proses interaksi antara
perubahan yang ditimbulkan oleh organisme pada lingkungannya dan perubahan yang
ditimbulkan oleh lingkungan pada organisme (penyesuaian dua arah).
i)
Imitasi, yaitu proses peniruan kebudayaan lain tanpa mengubah
kebudayaan yang ditiru.
- Faktor Pendorong Dan Penghambat Perubahan Sosial
Budaya
a. Faktor-faktor pendorong proses
perubahan sosial budaya
Faktor-faktor yang
mendorong jalannya perubahan adalah sebagai berikut:
1)
Kontak
dengan kebudayaan lain
Masyarakat yang mengalami kontak dengan kebudayaan lain (sebagai
kebudayaan baru) cenderung akan terpengaruh oleh kebudayaan tersebut sehingga
menghasilkan perubahan dalam kehidupan masyarakatnya. Proses tersebut
berlangsung melalui difusi (diffusion) yaitu proses penyebaran unsur-unsur
kebudayaan ke individu atau masyarakat lain.
2)
Sistem
Pendidikan formal yang maju
Pendidikan akan memberikan nilai-nilai tertentu kepada
manusia, terutama dalam membuka pikirannya, menerima hal-hal baru, maupun cara
berfikir secara ilmiah. Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berfikir
secara obyektif, rasional, dan melihat ke masa depan, berusaha menciptakan
kehidupan yang lebih maju.
3)
Sikap
menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju
Sikap positif masyarakat terhadap berbagai karya yang
dihasilkan oleh anggota masyarakatnya merupakan indikasi bahwa masyarakat tersebut
ingin maju lewat karya-karya baru warganya. Kenyataan ini dapat mendorong
masyarakat untuk selalu berprestasi melalui berbagai penemuan-penemuan baru
lewat hasil karya mereka yang diharapkan dapat membawa perubahan dan kebaikan
dalam kehidupan masyarakatnya.
4)
Toleransi
terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation) yang bukan merupakan
delik (pelanggaran hukum)
Adanya sikap toleransi terhadap penyimpangan yang terjadi di
masyarakat dalam bentuk penyimpangan dari kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakatnya
(akan tetapi bukan penyimpangan dalam arti delik/pelanggaran hukum) menyebabkan
masyarakat memiliki keberanian untuk melakukan hal-hal yang berbeda dari
kebiasaan-kebiasaan yang ada, sehingga terjadi perubahan di dalam kehidupan
masyarakatnya.
5)
Sistem
terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat (open stratification)
Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka merupakan sistem
yang memberikan peluang atau kesempatan kepada setiap warga masyarakat untuk
mengalami mobilitas sosial vertikal secara luas, dimana setiap warga masyarakat
memiliki kesempatan untuk meraih prestasi dan memiliki kedudukan/status sosial
yang lebih tinggi.
6)
Penduduk
yang heterogen
Di dalam masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok
sosial yang mempunyai perbedaan latar belakang kebudayaan, ras, ideologi, dan
sebagainya, mempermudah terjadinya konflik-konflik dalam masyarakat, sehingga
sering muncul goncangan-goncangan yang mendorong terjadinya perubahan kehidupan
masyarakat.
7)
Ketidakpuasan
masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
Ketidak puasan yang berkembang di masyarakat dan telah
berlangsung lama, dapat mendorong munculnya sebuah revolusi atau pemberontakan.
8)
Orientasi
ke masa depan
Masyarakat yang mampu berpikir ke arah masa depan (memiliki
visi, misi, dan tujuan hidup yang jelas) akan terdorong untuk mewujudkan cita-cita
masa depannya, sehingga tumbuh sebagai masyarakat yang dinamis, kreatif, yaitu
masyarakat yang selalu berusaha menghasilkan penemuan-penemuan baru yang akan
mengubah kehidupan masyarakatnya menuju terwujudnya masyarakat yang
dicita-citakan.
9)
Pandangan
bahwa manusia harus senantiasa berusaha untuk memperbaiki hidupnya
Berkembangnya keyakinan terhadap nilai-nilai hakekat hidup
di mana manusia agar bisa tetap eksis harus berusaha memperbaiki hidupnya,
menjadi pendorong masyarakat untuk selalu berusaha meningkatkan kualitas
hidupnya dengan berusaha merubah kondisi hidupnya ke arah yang lebih baik.
b. Faktor-faktor penghambat proses
perubahan sosial budaya
Faktor-faktor yang
menghambat terjadinya perubahan-perubahan (resistance
to change) antara lain sebagai berikut:
1) Kurangnya hubungan
dengan masyarakat-masyarakat lain.
Kehidupan terasing menyebabkan suatu
masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan yang telah terjadi. Hal
ini menyebabkan pola-pola pemikiran dan kehidupan masyarakat menjadi statis.
2) Perkembangan ilmu
pengetahuan yang terlambat.
Kondisi ini dapat dikarenakan kehidupan
masyarakat yang terasing dan tertutup, contohnya masyarakat pedalaman. Tetapi
mungkin juga karena masyarakat itu lama berada di bawah pengaruh masyarakat
lain (terjajah).
3) Sikap masyarakat
yang sangat tradisional
Sikap yang mengagung-agungkan tradisi
dan masa lampau dapat membuat terlena dan sulit menerima kemajuan dan perubahan
zaman. Lebih parah lagi jika masyarakat yang bersangkutan didominasi oleh
golongan konservatif (kolot).
4) Adanya
kepentingan-kepentingan yang telah tertanam sangat kuat (vested interests).
Organisasi sosial yang mengenal sistem
lapisan strata akan menghambat terjadinya perubahan. Golongan masyarakat yang
mempunyai kedudukan lebih tinggi tentunya akan mempertahankan statusnya
tersebut. Kondisi inilah yang menyebabkan terhambatnya proses perubahan.
5) Rasa takut akan
terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan.
Integrasi kebudayaan seringkali
berjalan tidak sempurna, kondisi seperti ini dikhawatirkan akan menggoyahkan
pola kehidupan atau kebudayaan yang telah ada. Beberapa golongan masyarakat
berupaya menghindari risiko ini dan tetap mempertahankan diri pada pola
kehidupan atau kebudayaan yang telah ada.
6) Prasangka terhadap
hal-hal yang baru atau asing atau sikap yang tertutup.
Sikap yang demikian banyak dijumpai
dalam masyarakat yang pernah dijajah oleh bangsa lain, misalnya oleh bangsa
Barat. Mereka mencurigai semua hal yang berasal dari Barat karena belum bisa
melupakan pengalaman pahit selama masa penjajahan, sehingga mereka cenderung
menutup diri dari pengaruh-pengaruh asing.
7) Hambatan-hambatan
yang bersifat ideologis.
Setiap usaha perubahan pada unsur-unsur
kebudayaan rohaniah, biasanya diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan
ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasar integrasi masyarakat tersebut.
8) Adat atau
kebiasaan yang telah mengakar
Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola
perilaku bagi anggota masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adakalanya
adat dan kebiasaan begitu kuatnya sehingga sulit untuk diubah. Hal ini
merupakan bentuk halangan terhadap perkembangan dan perubahan kebudayaan.
9)
Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki.
Pandangan tersebut adalah pandangan pesimistis. Masyarakat
cenderung menerima kehidupan apa adanya tanpa motivasi kuat untuk berusaha.
Pola pikir semacam ini tentu saja tidak akan memacu pekembangan kehidupan
manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar