Jumat, 01 Januari 2021

KEHIDUPAN MANUSIA PADA MASA PRAAKSARA

 

Pengalaman masa lalu sangat penting untuk kita ketahui. Peristiwa masa lalu berfungsi sebagai pengetahuan dan pedoman hidup. Bagaimana mengetahui jejak masa lalu sebelum dikenal adanya tulisan? Bagaimana masyarakat yang belum mengenal tulisan mewariskan masa lalunya? Hal apa saja yang dapat membantu menemukan jejak-jejak sejarah pada masa lampau? Bagaimana perkembangan sejarah Indonesia, perkembangan rekaman tertulis, serta perkembangan penulisan sejarah di Indonesia setelah masa aksara? Untuk mengetahui hal tersebut mari pelajari materi berikut ini!

 

1.     Mengenal Masa Praaksara

Masa praaksara (pra = sebelum; aksara = huruf) atau biasa disebut masa prasejarah adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Masa ini disebut juga nirleka. Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan. Zaman pra aksara berlangsung sangat lama, yaitu sejak manusia belum mengenal tulisan hingga manusia mulai mengenal dan menggunakan tulisan. Zaman manusia mengenal dan menggunakan tulisan disebut zaman aksara atau zaman sejarah.

Manusia yang diperkirakan hidup pada masa pra aksara adalah manusia purba. Pada masa ini, kita tidak dapat mengetahui sejarah serta kebudayaan manusia melalui tulisan. Sumber untuk mengetahui kehidupan manusia purba hanya melalui peninggalan-peninggalan mereka yang berupa fosil, alat-alat kehidupan, dan fosil tumbuh-tumbuhan maupun hewan yang hidup dan berkembang pada masa itu.

a.     Fosil

Fosil adalah sisa-sisa tumbuhan, hewan, maupun manusia yang telah membatu karena terpendam dalam lapisan tanah. Fosil manusia purba di temukan dengan cara menggali tanah, pada setiap lapisan tanah tersebut akan di temukan fosil-fosil dalam kondisi yang mempunyai ciri-ciri khusus. Fosil-fosil yang ditemukan para ahli dinamakan fosil pandu, sebab fosil yang ditemukan tersebut di gunakan untuk memberi petunjuk mengenai kehidupan manusia purba pada jaman pra-sejarah. Fosil pandu juga disebut dengan leit fosil.

 

b.     Artefak

Artefak adalah peninggalan masa lampau berupa alat kehidupan/hasil budaya yang terbuat dari batu, tulang, kayu, dan logam.

 

Ilmu yang mempelajari peninggalan-peninggalan sejarah dan purbakala untuk menyusun kembali kehidupan manusia dan masyarakat masa lampau disebut arkeologi. Untuk mengetahui usia dari benda-benda hasil kebudayaan manusia purba tersebut dapat digunakan beberapa cara, yaitu sebagai berikut.

a.      Tipologi, yaitu cara menentukan usia benda peninggalan budaya dengan melihat tipe atau bentuk benda tersebut. Semakin sederhana bentuk benda tersebut, maka usianya semakin tua.

b.      Stratigrafi, yaitu cara menentukan usia benda peninggalan budaya berdasarkan lapisan tanah di mana benda tersebut ditemukan. Benda yang ditemukan pada lapisan tanah paling bawah maka usia benda tersebut paling tua. Semakin ke atas lapisan, tanah tempat penemuan benda, semakin muda usia benda tersebut.

c.       Kimiawi, yaitu cara menentukan usia benda peninggalan budaya dengan melihat unsur-unsur kimia yang terkandung dalam benda tersebut, misalnya, unsur C14 (Carbon 14) atau unsur Argon.

 

Beberapa ilmu bantu yang dapat digunakan untuk mengetahui jaman pra-sejarah sebagai berikut:

a.     Paleoantropologi, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk manusia yang paling sederhana sampai manusia pada jaman sekarang.

b.     Paleontologi, yaitu ilmu yang mempelajari sisa-sisa makhluk hidup yang telah membatu atau fosil.

c.     Geologi, yaitu ilmu yang mempelajri lapisan-lapisan tanah.

 

Kurun waktu pada masa praaksara diawali sejak manusia ada dan berakhir sampai manusia mengenal tulisan. Bangsa yang pertama kali meninggalkan zaman prasejarah adalah bangsa Mesir, karena telah mengenal tulisan sejak sekitar tahun 4000 SM, disusul Mesopotamia (3000 SM), dan India (2500 SM). Bangsa Indonesia meninggalkan masa praaksara kira-kira pada tahun 400 Masehi. Hal ini diketahui dari adanya batu bertulis yang terdapat Muara Kaman, Kalimantan Timur. Prasasti tersebut tidak berangkat tahun, namun bahasa dan bentuk huruf yang dipakai memberi petunjuk bahwa prasasti itu dibuat sekitar tahun 400 Masehi.

 

2.     Periodisasi Masa Praaksara

Pembabakan atau periodisasi masa aksara meliputi periodisasi secara geologis, periodisasi secara arkeologis, dan periodisasi berdasarkan perkembangan kehidupan.

 

a.   Periodisasi secara Geologis

Secara geologi, proses pembentukan bumi dan kehidupan di atasnya berlangsung sangat lama dan bertahap. Tahapan pembentukan kulit bumi terdiri atas sebagai berikut.

1)   Azoikum (Arkhaikum)

Zaman Azoikum berlangsung sekitar 2500 juta tahun. Pada masa ini kulit bumi masih sangat panas dan belum ada kehidupan.

2)   Palaeozoikum

Zaman Palaeozoikum ini berlangsung sekitar 340 juta tahun. Pada zaman ini sudah mulai ada tanda-tanda kehidupan.

Zaman Palaeozoikum ini dibagi menjadi enam, yaitu:

a)   Zaman kambrium, pada zaman ini mulai ada kehidupan, tetapi masih sangat primitif, seperti tanaman multisel, kerang , ubur-ubur, dan cacing

b)   Zaman ordovisium, mulai muncul binatang tidak bertulang belakang

c)   Zaman silur, mulai ada hewan bertulang belakang tertua, seperti ikan hiu purba

d)   Zaman devon, mulai ada binatang jenis amfibi tertua.

e)   Zaman carbon, mulai ada binatang merayap, seperti reptil.

f)    Zaman perom, mulai ada hewan darat jenis cynognathus, ikan air tawar, dan reptil.

3)   Mesozoikum

Zaman Mesozoikum berlangsung sekitar 140 juta tahun. Pada zaman ini sudah mulai hidup hewan-hewan yang berukuran besar, seperti dinosaurus, atiantasaurus dan tyranosaurus. Pada zaman ini juga mulai muncul banyak reptil sehingga zaman ini sering disebut zaman reptil.

 

4)   Neozoikum

Zaman Neozoikum berlangsung sekitar 60 juta tahun. Zaman Neozoikum ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a)   Zaman tersier

Pada zaman tersier, jenis reptil raksasa mulai lenyap. Pada zaman ini mulai hidup heawn menyusui dan hewan primata, seperti monyet, dan kera. Zaman tersier ini dibagi lagi menjadi zaman-zaman berikut:

(1)  Zaman palaoesen, mulai muncul burung raksasa yang tidak dapat terbang dan binatang pengerat.

(2)  Zaman eosen, mulai muncul unta dan badak

(3)  Zaman oligosen, mulai muncul binatang anjing, kelinci, gajah, kuda, dan babi hutan.

(4)  Zaman miosen, mulai muncul mamalia pemakan rumput.

(5)  Zaman pliosen, mulai muncul binatang kera.

b)   Zaman kuarter

Zaman kuarter dimulai kira-kira semenjak 600.000 tahun yang lalu. Pada zaman ini mulai ada manusia. Zaman kuater ini dibagi menjadi dua yaitu”

(1)  Kala pleistosen, es di Kutub Utara mencair dan menutupi Eropa Utara, Asia Utara, dan Amerika Utara.

(2)  Kala holosen, diperkirakan awal kehidupan manusia pertama kali di muka bumi.


b.   Periodisasi secara Arkeologis

Periodisasi secara arkeologis didasarkan atas hasil-hasil temuan benda-benda peninggalan yang dihasilkan oleh manusia yang hidup pada masa praaksara. Berdasarkan penelitian terhadap benda-benda tersebut, masa praaksara dibedakan menjadi dua, yaitu zaman batu dan zaman logam.

 

1)   Zaman Batu

Disebut zaman batu karena pada zaman ini alat-alat yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terbuat dari batu. Zaman batu ini berlangsung sangat lama, oleh karena itu dibagi dalam beberapa zaman, yaitu sebagai berikut.

 

a)   Zaman Palaeolitikum atau Zaman Batu Tua

Zaman palaeolitikum berlangsung sangat lama, yaitu sekitar 600.000 tahun. Pada zaman ini kebudayaan manusia purba masih sangat sederhana, mereka hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain (nomaden).

Ciri-ciri kebudayaan zaman batu tua adalah sebagai berikut:

(1)  Peralatan terbuat dari batu atau tulang yang masih kasar.

(2)  Jenis peralatan yang digunakan adalah kapak genggam, kapak perimbas, dan alat serpih.

(3)  Hidup mencari makanan dengan berburu dan mengumpulkan makanan.

(4)  Tempat tinggal masih berpindah-pindah (nomaden).

 

Hasil kebudayaan palaeolitikum yang berhasil ditemukan oleh para arkeolog berupa alat-alat yang terbuat dari batu. Alat-alat itu masih dibuat dengan cara yang kasar dan belum diasah. Alat yang dihasilkan berupa kapak genggam atau chopper, hasil dari penemuan manusia purba itu kemudian disebut dengan kebudayaan Pacitan. Selain di Pacitan, peninggalan zaman palaeolitikum juga ditemukan di daerah Ngandong (Blora) berupa alat-alat yang terbuat dari tulang dan tanduk. Alat-alat itu kemudian dikenal sebagai kebudayaan Ngandong

 

b)   Zaman Mesolitikum atau Zaman Batu Madya

Kehidupan manusia purba pada zaman ini tidak jauh berbeda dengan zaman palaeolitikum, yaitu food gathering. Namun cara berpikir manusia purba pada zaman ini telah berkembang.

Ciri kebudayaan pada zaman batu madya adalah sebagai berikut.

(1)  Peralatan terbuat dari batu atau tulang yang sedikit lebih halus.

(2)  Jenis peralatan yang digunakan adalah kapak sumatera dan alat serpih.

 

(3)  Telah ditemukan kjokkenmodinger (bahasa Denmark) artinya adalah sampah dapur berupa kulit kerang sisa makanan yang menggunung.

 

(4)  Telah ditemukan abris sous roche (gua yang digunakan sebagai tempat tinggal manusia purba).

 

(5)  Sudah mengenal kepercayaan.

 

Pada tahun 1925, kjokkenmodinger diteliti oleh Dr.P.V. van Stein Callenfels. Hasil dari penelitian itu berupa ditemukannya kapak genggam (pebble) dan kapak pendek (hache courte) karena ditemukan di Pulau Sumatra maka disebut juga sumatralith.

Pada tahun 1928 – 1931, Van Stein Callenfels melakukan penelitian di Gua Lawa (Ponorogo) di dalam gua itu berhasil ditemukan alat-alat yang berupa mata panah, flakes, batu penggilingan, dan kapak batu yang sudah diasah satu sisinya namun belum sempurna. Selain itu, ditemukan pula alat-alat yang terbuat dari tulang dan tanduk rusa. Penelitian terhadap abris sous roche dilakukan pula oleh Van Heekern.

Peninggalan sejarah zaman mesolitikum yang berupa flakes ditemukan di beberapa daerah seperti di Timor dan Rote oleh Alfred Buhler. Flakes yang ditemukannya pada bagian pangkat sudah bertangkai. Daerah penemuan flakes yang besar terdapat di sekitar Bandung yang meliputi Padalarang, Bandung Utara, Cicalengka, Banjaran, dan Soreang sampai sebelum barat Cililin. Penelitian di daerah tersebut dilakukan oleh Von Koenigswald dan disebut sebagai kebudayaan Danau Bandung (dulu di dataran tinggi Bandung, terdapat sebuah danau purba). Selain di Bandung, benda-benda bersejarah zaman mesolitikum juga ditemukan di Gua Leang Patta E di Toala (Sulawesi Selatan) oleh Van Stein Callenfels. Benda yang ditemukan dari gua tersebut berupa flakes dan pebble, benda-benda itu kemudian disebut sebagai kebudayaan Toala.

 

c)   Zaman Neolitikum atau Zaman Batu Muda

Ciri-ciri zaman neolitikum adalah sebagai berikut.

(1)  Peralatan yang terbuat dari batu sudah dihaluskan dan diberi tangkai.

(2)  Jenis alat yang digunakan adalah kapak persegi dan kapak lonjong.

(3)  Sudah bertempat tinggal menetap (sedenter).

(4)  Sudah mengenal bercocok tanam.

(5)  Telah mengenal perhiasan dari batu dan manik-manik.

(6)  Telah mengenal pakaian dari kulit kayu.

(7)  Sudah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme.

 

Alat-alat dari zaman ini yang paling penting adalah kapak persegi dan kapak lonjong. Nama kapak persegi diberikan oleh Von Heine Geldern, pemberian nama itu didasarkan pada bentuknya yang persegi panjang atau trapezium.

Berdasarkan  penelitian yang dilakukan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa kapak lonjong dan persegi berasal dari daratan Asia. Persebaran kapak persegi ke wilayah Indonesia melalui jalur barat menuju ke Sumatra, Jawa, dan daerah lain di Indonesia. Sedangkan persebaran kapak lonjong melalui jalur timur, yaitu dari daratan Asia menyeberang ke Filipina terus ke Sulawesi lalu menyebar ke daerah lain di Indonesia.

Kehidupan manusia purba zaman neolitikum telah jauh berubah bila dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Pada zaman ini manusia purba telah memiliki tempat tinggal tetap dan bercocok tanam. Mereka telah mampu mengolah tanah dengan teknik yang sederhana, yaitu mulai dari membersihkan hutan, membajak sawah, dan menanaminya. Tanah pertanian yang mereka garap berupa ladang. Pada zaman ini telah terjadi perubahan pola hidup dari food gathering menjadi food producing.

Pada zaman neolitikum manusia purba telah memiliki keterampilan membuat alat-alat rumah tangga yang terbuat dari tanah liat (tembikar). Pembuatan alat-alat dari tembikar itu belum menggunakan roda landasan/pelarikan. Alat-alat dari tembikar ini ditemukan di Yogyakarta, Pacitan, Melolo (Sumba), dan sebagainya.

 

d)   Zaman Megalitikum Atau Zaman Batu Besar

Pada zaman megalitikum atau zaman batu besar manusia sudah dapat menghasilkan kebudayaan yang terbuat dari batu-batu besar. Bangunan batu-batu besar berkaitan dengan kepercayaan yang dianut masyarakat pada zaman tersebut.

Hasil-hasil kebudayaan megalitikum yang berhasil ditemukan di wilayah Indonesia sebagai berikut.

(1)  Menhir, yaitu tugu batu sebagai tempat pemujaan terhadap roh para nenek moyang. Menhir ditemukan di Sumatra, Sulawesi Tengah, Kalimantan, dan beberapa daerah lainnya.

 

(2)  Dolmen, yaitu meja batu tempat untuk meletakkan sesaji yang akan dipersembangkan kepada roh nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya terdapat kubur batu. Dolmen ditemukan di Sumatra Barat, Sumbawa, dan beberapa daerah lainnya.

 

(3)  Sarkofagus, yaitu peti jenazah yang terbuat dari batu utuh (batu tunggal). Daerah penemuannnya terdapat di daerah Jawa Timur, Bali, dan sebagainya.

 

(4)  Kubur batu, yaitu peti jenazah yang terdiri dari lempengan batu pipih. Benda jenis ini banyak ditemukan di daerah Kuningan (Jawa Barat).

 

(5)  Punden berundak, yaitu bangunan suci tempat memuja roh nenek moyang yang dibuat dengan bentuk bertingkat-tingkat. Bangunan ini merupakan prototipe (bentuk pendahuluan) dari candi. Punden berundak ditemukan di daerah Lebak Sibedug, Banten.

 

(6)  Waruga, yaitu kubur batu yang berbentuk kubus dan terbuat dari batu utuh. Benda prasejarah ini banyak ditemukan di Sulawesi Tengah dan Utara.

 

(7)  Arca, yaitu patung yang menggambarkan manusia maupun binatang. Binatang yang dibuat arcanya, antara lain kerbau, gajah, kera, dan sebagainya. Arca zaman megalitikum banyak ditemukan di Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagainya.

 

 

2)   Zaman Logam

Pada masa ini manusia purba berusaha melengkapi kebutuhan hidupnya dengan menciptakan alat-alat baru. Alat-alat itu terbuat dari logam yang akan digunakan untuk berburu, berladang, dan sebagainya. Orang yang ahli membuat alat dari logam disebut undagi dan tempat pembuatannya disebut perundagian.

Pembuatan alat-alat dari logam menggunakan dua macam teknik, yaitu a cire perdue (teknik cetak hilang) dan bivalve (teknik cetak ulang). Berikut ini akan kita bahas cara pembuatan alat yang terbuat dari logam.

a)   Teknik a cire perdue

Benda yang akan dicetak dibuat dari lilin atau sejenisnya kemudian dibungkus dengan tanah liat yang diberi lubang. Selanjutnya dibakar sehingga lilin itu meleleh. Rongga bekas lilin tersebut diisi dengan cairan perunggu, sesudah dingin cairan membeku dan tanah liat tadi dibuang dan jadilah benda yang diinginkan.

b)   Bivalve

Caranya cetakan logam terbuat dari tanah liat yang diberi rongga dan diberi logam,dan terdiri dua bagian. Cetakan dari tanah liat tersebut dibakar seperti membuat gerabah. Cairan perunggu dimasukkan ke dalam cetakan bivalve tersebut setelah cairan logam dingin dan mengeras, cetakan tersebut kemudian dilepas maka jadilah benda yang diinginkan.

 

Dalam perkembangan selanjutnya, zaman logam dibagi menjadi beberapa tahapan sesuai dengan bahan yang digunakannya. Berikut ini tahapan-tahapan yang ada pada zaman logam.

 

a)   Zaman Tembaga

Zaman tembaga merupakan zaman awal manusia mengenal peralatan yang terbuat dari logam. Namun zaman ini tidak pernah dikenal di Indonesia. Zaman logam hanya terjadi di daratan Asia seperti Semenanjung Malaya, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan daratan Asia lainnya.

b)   Zaman Perunggu

Pada zaman ini masyarakat Indonesia mulai mengenal peralatan yang terbuat dari logam perunggu. Perunggu merupakan logam hasil percampuran antara tembaga dan timah. Alat-alat yang dibuat pada zaman perunggu seperti berikut ini.

Hasil kebudayaan perunggu yang ditemukan di Indonesia adalah sebagai berikut.

(1)  Kapak corong (kapak perunggu), banyak ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi, Kepulauan Selayar, dan Irian. Kegunaannya sebagi alat perkakas.

 

(2)  Nekara perunggu (nekara kecil = moko), berbentuk seperti dandang. Banyak ditemukan di daerah Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar dan Kep. Kei. Kegunaan untuk acara keagamaan dan maskawin. Nekara terbesar disebut The Moon of Pejeng yang disimpan di pura Besakih, Gianyar, Bali.

 (3) Bejana Perunggu, bentuknya mirip gitar Spanyol tetapi tanpa tangkai. Hanya ditemukan di Madura dan Sumatra.

 

(4)  Arca-arca perunggu, banyak ditemukan di Bangkinang (Riau), Lumajang (Jatim), dan Bogor (Jabar).

 

(5)  Perhiasan: gelang, anting-anting, kalung, dan cincin.

 

c)   Zaman Besi

Pada zaman ini manusia telah dapat mengolah bijih besi untuk membuat peralatan yang dibutuhkannya. Tingkat kehidupan manusia zaman besi ini sudah jauh lebih baik bila dibandingkan dengan zaman sebelumnya. Benda yang dihasilkan pada zaman besi, antara lain tombak, mata panah, cangkul, sabit, dan mata bajak.

 

 

c.   Periodisasi berdasarkan Perkembangan Kehidupan

Berdasarkan corak kehidupannya, masa praaksara melalui tahap sebagai berikut.

1)   Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering and hunting period) adalah masa ketika manusia purba mengumpulkan makanan-makanan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan yang tersedia dari alam (sungai, danau, laut, dan hutan-hutan yang ada di sekitar tempat bermukim mereka pada saat itu). Masa Berburu dan Mengumpulkan makanan terjadi pada masa Paleolitikum (zaman batu tua), yang berbarengan dengan kala Pleistosen yang terjadi sejak 2 juta tahun yang lalu. Masa berburu dan mengumpulkan makanan berlangsung selama 600.000 tahun. Kehidupan masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana, yaitu manusia purba, dan berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, yaiotu ras Melanesia dan Austronesia.

Kehidupan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, adalah sebagai berikut.

a)   Kehidupan Sosial

(1)  Pada masyarakat food gathering, mereka sangat menggantungkan diri pada alam. Daerah yang mereka tempati harus dapat memberikan persediaan yang cukup untuk kelangsungan hidup. Oleh karena itu mereka selalu berpindah-pindah. Sebab mereka hidup berpindah-pindah adalah sebagai berikut:

(a)  Binatang buruan dan umbi-umbian semakin berkurang di tempat yang mereka diami.

(b)  Musim kemarau menyebabkan binatang buruan berpindah tempat untuk mencari sumber air yang lebih baik.

(c)  Mereka berusaha menemukan tempat di mana kebutuhan mereka tersedia lebih banyak dan mudah diperoleh.

(2)  Mereka masih hidup mengembara. Tempat tinggal sementara di gua-gua. Ada pula kelompok yang tinggal di daerah pantai.

(3)  Mencari makanan berupa binatang buruan dan tumbuh-tumbuhan liar di tepi sungai atau danau. Mereka mencari kerang sebagai makanannya.

(4)  Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan pergerakan dalam mengikuti binatang buruan/ mengumpulkan makanan.

(5)  Dalam kelompok-kelompok tersebut terdapat pembagian tugas kerja. Laki-laki pada umumnya melakukan perburuan. Sementara itu, para wanita mengumpulkan bahan makanan seperti buah-buahan dan merawat anak. Mereka yang memilih dan meramu makanan yang akan dimakan.

(6)  Hubungan antaranggota sangat erat, mereka bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup serta mempertahankan kelompok dari serangan kelompok lain ataupun dari binatang buas.

(7)  Populasi pertumbuhan penduduk sangat kecil karena situasi yang berat, dengan peralatan yang masih sangat primitif membuat mereka tidak dapat selamat dari berbagai bahaya.

b)   Kehidupan Ekonomi

(1)  Memenuhi segala kebutuhan hidupnya dari berburu dan mengumpulkan makanan yang disediakan oleh alam (food gathering).

(2)  Makanan yang dikumpulkan seperti buah-buahan, umbi-umbian, dedaunan, selain itu juga menangkap ikan, mencari kerang di laut atau sungai. Hewan yang menjadi buruan, antara lain kijang, rusa, dan unggas.

(3)  Telah mengenal api, baik untuk memasak, penerangan, menghangatkan badan, maupun mengusir binatang buas.

(4)  Pada masa ini untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka bekerja sama dalam kelompok (10-15 orang) untuk berburu dan mengumpulkan makanan.

c)   Kehidupan Budaya

(1)  Dengan peralatan yang masih sangat sederhana, mula-mula bisa membuat rakit, lama kelamaan mereka membuat perahu.

(2)  Mereka belum mampu membuat gerabah, oleh karena itu, mereka belum mengenal cara memasak makanan, salah satunya yaitu dengan cara membakar.

(3)  Mereka sudah mengenal perhiasan yang sangat primitif yaitu dengan cara merangkai kulit-kulit kerang sebagai kalung.

(4)  Untuk mencukupi kebutuhan hiudup mereka membuat alat-alat dari batu, tulang, dan kayu.

(5)  Pada masa itu mereka memilih untuk tinggal di gua-gua. Dari tempat tersebut ditemukan peninggalan berupa alat-alat kehidupan yang digunakan pada masa itu, seperti: kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, pahat genggam, alat serpih, alat-alat dari tulang, dan lain-lain.

 

2)   Masa Bercocok Tanam (Food Producing) dan Berternak

Pada masa bercocok tanam kegiatan utama masyarakat adalah bertani. Namun kegiatan lain seperti berburu masih dilakukan. Hidup menetap dan bercocok tanam ada pada zaman Neolitikum. Pada zaman ini telah terjadi perubahan besar, yaitu revolusi kehidupan manusia, yaitu perubahan dari pola hidup berpindah-pindah dan tergantung pada penyediaan alam (food gatehring) ke kehidupan menetap, bertani, beternak, dan berproduksi (food producing). Masyarakat pendukung masa menetap dan bercocok tanam adalah ras Austromelanesoid.

Kehidupan pada masa bercocok tanam adalah sebagai berikut.

a)   Kehidupan Sosial

(1)  Kehidupan bercocok tanamnya dikenal dengan berhuma atau ladang, yaitu teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan menanaminya. Setelah tanah tidak subur maka mereka akan berpindah ke tempat lain yang masih subur dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang. Pada perkembangannya mulai menetapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan

(2)  Telah tinggal menetap di suatu tempat, mereka tinggal di sekitar huma tersebut, dengan cara bercocok tanam dan memelihara hewan-hewan jenis tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah hidup menetap. Hal ini juga menunjukkan bahwa manusia telah dapat menguasai alam lingkungan.

(3)  Dengan hidup menetap, merupakan titik awal dan perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai kemajuan. Dengan hidup menetap, akal pikiran manusia mulai berkembang dan mengerti akan perubahan-perubahan hidup yang terjadi.

(4)  Jumlah anggota kelompoknya semakin besar sehingga membuat kelompok-kelompok perkampungan, meskipun mereka masih sering berpindah-pindah tempat tinggal.

(5)  Muncul kegiatan kehidupan perkampungan, oleh karena itu di buat peraturan, untuk menjaga ketertiban kehidupan masyarakat.

(6)  Diangkat seorang pemimpin yang berwibawa, kuat, dan disegani untuk mengatur para anggotanya.

(7)  Mereka hidup bergotong royong, sehingga mereka saling melengkapi, saling membantu, dan saling berinteraksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.

b)   Kehidupan Ekonomi

(1)  Mereka telah mengenal sistem barter, yaitu pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sistem barter merupakan langkah awal bagi munculnya sistem perdagangan/ sistem ekonomi dalam masyarakat.

(2)  Hubungan antaranggota masyarakat semakin erat baik itu di lingkungan daerah tersebut maupun di luar daerah

(3)  Sistem perdagangan semakin berkembang seiring dengan semakin berkembangnya kehidupan masyarakat.

(4)  Untuk memperlancar diperlukan suatu tempat khusus bagi pertemuan antara pedagang dan pembeli yang pada perkembangannya disebut dengan pasar. Melalui pasar masyarakat dapat memenuhi sebuah kebutuhan hidupnya.

c)   Kehidupan Budaya

(1)  Kebudayaan semakin berkembang pesat, manusia telah dapat mengembangkan dirinya untuk menciptakan kebudayaan yang lebih baik.

(2)  Peninggalan kebudayaan manusia pada masa bercocok tanam semakin banyak dan beragam, baik yang terbuat dari tanah liat, batu maupun tulang.

(3)  Hasil kebudayaan pada masa bercocok tanam: beliung persegi, kapak lonjong, mata panah, gerabah, perhiasan, bangunan megalitikum seperti menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden berundak, waruga, arca.

 

3)   Masa Perundagian

Pada masa ini manusia sudah mengenal teknologi sederhana dan pembagian kerja. Saat itu manusia mengenal pertukangan dan pengecoran logam seperti perunggu, tembaga dan besi sebagai barang-barang kebutuhan rumah tangga. Masyarakat pendukungnya adalah ras melayu Austronesia.

Corak kehidupan pada masa perundagian adalah sebagai berikut.

a)   Kehidupan Sosial

(1)  Jumlah penduduk semakin bertambah. Kepadatan penduduk bertambah, pertanian dan peternakan semakin maju, mereka memiliki pengalaman dalam bertani dan berternak mereka mengenal cara bercocok tanam yang sederhana.

(2)  Mereka memiliki pengetahuan tentang gejala alam dan musim, mereka mulai dapat memperkirakan peristiwa alam dan memperhitungkan musim tanam dan musim panen.

(3)  Dengan diterapkan sistem persawahan maka pembagian waktu dan kerja semakin diketatkan.

(4)  Dalam masyarakat muncul golongan undagi, mereka merupakan golongan yang terampil untuk melakukan perkerjaan seperti pembuatan rumah kayu, gerobak, maupun benda logam. Pertanian tetap menjadi usaha utama masyarakat.

(5)  Dari segi sosial, kehidupan masyarakat zaman ini semakin teratur. Contohnya: ada pembagian kerja yang baik berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu.

(6)  Pembagian kerja semakin komplek di mana perempuan tidak hanya bekerja di rumah tetapi juga berdagang di pasar.

b)   Kehidupan Ekonomi

(1)  Telah muncul sistem perkampungan yang lebih teratur. Pola permukiman makin menyebar, yakni daerah pegunungan, pedalaman, dan pantai.

(2)  Bidang pertanian menjadi mata pencaharian yang tetap, seperti berladang, bersawah, dan peternakan makin berkembang dan jenisnya bervariasi.

(3)  Perdagangan makin berkembang dan meluas hingga antarpulau, walaupun masih menggunakan sistem barter.

c)   Kehidupan Budaya

(1)  Masyarakat zaman ini telah menunjukkan tingkat budaya yang tinggi terlihat dari berbagai bentuk benda seni dan upacara yang ditemukan menunjukkan keterampilan masyarakat perundagian yang tinggi.

(2)  Zaman ini ditandai dengan pesatnya kemampuan membuat alat-alat akibat perkembangan teknologi. Mereka menemukan teknologi peleburan biji logam. Oleh karena itu, semakin banyak manusia yang menggunakan logam untuk memenuhi perkakas hidupnya.

(3)  Pada zaman perunggu, orang dapat memperoleh jenis logam yang lebih keras daripada tembaga, sebab perunggu merupakan logam campuran dari tembaga dan timah. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan manusia pada zaman ini jauh lebih tinggi. Terbukti masyarakatnya sudah mengenal teknologi peleburan dan pencampuran logam.

(4)  Pada zaman besi, manusia telah menemukan logam yang jauh lebih keras lagi di mana harus dileburkan pada titik lebur yang cukup tinggi. Sehingga alat-alat pada zaman ini telah lebih sempurna daripada sebelumnya. Kemampuan membuat benda-benada jauh lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan masa sebelumnya. Teknologi peleburan logam yang digunakan adalah dengan sistem pemanasan, pencetakan logam, pencampuran logam dan penempaan logam.

(5)  Pada zaman perundagian peralatan gerabah masih ditemukan dengan teknologi yang semakin maju. Hal ini menunjukkan bahwa peranan alat-alat dari gerabah tersebut tidak dapat digantikan dengan mudah oleh alat-alat dari dari logam.

 

 

1.     Nilai-Nilai Budaya Masa Praaksara di Indonesia

Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, benar atau berharga bagi seseorang. Setiap masyarakat atau setiap budaya memiliki nilai-nilai tertentu mengenai sesuatu. Bahkan budaya dan masyarakat itu merupakan nilai yang tak terhingga bagi orang yang memilikinya. Bagi manusia nilai dijadikan landasan, alasan, motivasi dalam segala perbuatan karena nilai itu mengandung kekuatan yang mendorong manusia meyakini untuk berbuat dan bertindak.

Sedangkan yang dimaksud dengan nilai penggalan budaya adalah penggalan budaya yang diyakini baik, benar dan berguna bagi masyarakat. Nilai-nilai budaya masa praaksara di Indonesia, antara lain sebagai berikut.

a.   Nilai Religius/Keagamaan

Nilai ini mencerminkan adanya kepercayaan terhadap sesuatu yang berkuasa atas mereka, dalam hal ini mereka berusaha membatasi perilakunya.

b.   Nilai Gotong Royong

Masyarakat prasejarah hidup secara berkelompok, bekerja untuk kepentingan kelompok bersama, membangun rumah juga dilakukan secara bersama-sama. Hal ini dapat dibuktikan dari adanya bangunan-bangunan megalith yang dapat dipastikan secara gotong royong/bersama-sama.

c.   Nilai musyawarah

Nilai ini sudah dikembangkan oleh masyarakat prasejarah dalam hidupnya seperti dalam pemilihan pemimpin masyarakat dalam usaha pertanian dan perburuan.

d.   Nilai Keadilan

Sikap ini sudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat prasejarah sejak masa berburu yaitu adanya pembagian tugas sesuai dengan tenaga dan kemampuannya sehingga tugas antara kaum laki-laki berbeda dengan kaum perempuan. Sikap keadilan ini berkembang pada masa perundagian, yaitu pembagian tugas berdasarkan keahliannya.

 

2.     Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Banyak pendapat yang bermunculan terkait dengan dari mana sejatinya asal usul nenek moyang bangsa Indonesia. Para ahli sejarah saling mengeluarkan argumenya disertai dalih pembenaran dari dugaannya masing-masing.

Paul dan Fritz Sarasin (Sarasin bersaudara) mengemukakan bahwa penduduk asli Indonesia adalah suatu ras yang berkulit gelap dan bertubuh kecil. Ras ini pada awalnya mendiami Asia Bagian Tenggara yang saat itu masih bersatu sebagai daratan pada zaman es atau periode glasial. Namun, setelah periode es berakhir dan es mencair, maka dataran tersebut kemudian terpisah oleh lautan yaitu laut China Selatan dan laut Jawa.Akibatnya, daratan yang tadinya bersatu kemudian terpisah menjadi daratan utama Asia dan Kepulauan Indonesia. Penduduk asli tinggal di daerah pedalaman dan penduduk pendatang tinggal di daerah pesisir. Penduduk asli inilah yang disebut sebagai suku bangsa Vedda oleh Sarasin.

Orang Vedda kemudian menyebar ke timur dan mendiami wilayah Papua, Sulawesi Selatan, Kai, Seram, Timor Barat, Flores Barat, dan terus ke timur sampai Kepulauan Melanesia. Beberapa suku bangsa seperti Kubu, Lubu, Talang Mamak yang tinggal di Sumatra dan Toala di Sulawesi merupakan penduduk tertua di Kepulauan Indonesia. Mereka diyakini mempunyai hubungan erat dengan dan orang Vedda.

Ras lain yang menghuni kepulauan Indonesia adalah Proto Melayu dan Deutro Melayu. Ciri-ciri fisik mereka adalah rambut lurus, kulit kuning kecoklatan-coklatan, dan bermata sipit. Proto Melayu dan Deutro Melayu tiba di kepualauan Indonesia dalam dua gelombang kedatangan. Gelombang kedatangan pertama adalah Proto Melayu (Melayu Tua), mereka dianggap sebagai kelompok melayu Polinesia yang bermigrasi dari wilayah Cina Selatan (sekarang menjadi Provinsi Yunnan).Proto Melayu bermigrasi ke wilayah Nusantara melalui dua jalur yaitu jalur barat dan timur. Jalur barat bermula dariYunnan (Cina Bagian Selatan) masuk ke Indochina, kemudian masuk ke Siam, Semenanjung Melayu, Sumatra dan akhirnya menyebar ke pulau-pulau di Indonesia. Jalur timur melewati Kepulauan Ryukyu Jepang. Dari sana mereka mengarungi lautan menuju Taiwan, Filipina, Sangir, dan masuk ke Sulawesi.

Proto Melayu membawa perkakas dari batu berupa kapak persegi dan kapak lonjong. Kapak persegi dibawa oleh Proto Melayu yang bermigasi melalui jalur barat, sedangkan kapak lonjong dibawa oleh Proto Melayu yang bermigasi melalui jalur timur. Suku bangsa Indonesia yang tergolong Proto Melayu ini, yaitu Mentawai, Dayak dan Toraja.

Gelombang kedatangan ke Kepulauan Indonesia berikutnya adalah Deutro Melayu (Melayu Muda) yang berasal dari Indochina bagian utara. Kedatangan Deutro-Melayu mendesak keberadaan Proto Melayu ke arah pedalaman.Mereka memperkenalkan perkakas dan senjata yang terbuat dari besi atau logam. Mereka telah melakukan kegiatan bercocok tanam. Padi yang banyak ditanam di Indonesia saat ini dibawa oleh Deutero Melayu dari wilayah Assam Utara atau Birma Utara. Bangsa Deutro-Melayu mengembangkan peradaban dan kebudayaan yang lebih maju. Karena itu, mereka berkembang menjadi sebagian besar suku-suku yang ada di Indonesia saat ini seperti Melayu, Minang, Jawa, Bugis, dan lain-lain. Dalam perkembangan selanjutnya, Proto Melayu dan Deutero Melayu berbaur, sehingga sulit dibedakan.

Ras lain yang juga terdapat di Kepulauan Indonesia adalah ras Melanesoid. Mereka tersebar di lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah Timur Irian dan benua Australia. Kedatangan ras Melanesoid diperkirakan pada saat zaman es terakhir. Pada saat ituKepulauan Indonesia belum berpenghuni.Ras Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hinggake Papua, selanjutnya ke Benua Australia yang sebelumnya merupakan satu kepulauan yang terhubungan dengan Papua.Pada perkembangan selanjutnya, terjadi percampuran antara ras Melanesoid dan ras Melayu yang menghasilkan keturunan Melanesoid- Melayu, saat ini mereka merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan Maluku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar