Sabtu, 02 Januari 2021

MASA KEMERDEKAAN (1945–1950)

 

1.     Proklamasi Kemerdekaan

a.    Persiapan Kemerdekaan Indonesia

1)    Pembentukan BPUPKI

Pada akhir tahun 1944 kedudukan Jepang semakin terdesak. Jepang selalu menderita kekalahan dalam Perang Asia – Pasifik. Bahkan di Indonesia berkobar perlawanan yang dilakukan rakyat maupun tentara Peta. Keadaan di negeri Jepang semakin buruk, moral masyarakat menurun. Hal-hal yang tidak menguntungkan menyebabkan jatuhnya Kabinet Tojo pada tanggal 17 Juli 1944 dan digantikan oleh Jenderal Kuniaki Koiso.

Pada tanggal 7 September 1944 di dalam sidang istimewa Parlemen Jepang di Tokyo, Perdana Menteri Koiso mengumumkan bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka kelak di kemudian hari.

Pada tahun 1944 Pulau Saipan direbut oleh Sekutu. Angkatan perang Jepang dipukul mundur angkatan perang Amerika Serikat dari Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Kepulauan Marshall, maka seluruh garis pertahanan Jepang di Pasifik mulai hancur berarti kekalahan Jepang di ambang pintu. Sekutu terus menyerbu kota-kota di Indonesia seperti Ambon, Makasar, Manado, dan Surabaya. Akhirnya tentara Sekutu mendarat di kota penghasil minyak yakni Tarakan dan Balikpapan.

Menghadapi situasi yang gawat tersebut, pemerintah pendudukan Jepang di Jawa di bawah pimpinan Letnan Jenderal Kumakici Harada berusaha meyakinkan bangsa Indonesia tentang janji kemerdekaan. Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepangnya Dokuritsu Junbi Cosakai.

Maksud dan tujuan dibentuknya BPUPKI ialah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting berkaitan dengan segala sesuatu yang menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka.

BPUPKI beranggotakan 60 orang, ditambah beberapa pimpinan. Sebagai ketua adalah dr. Rajiman Widyodiningrat. Wakil-wakil ketua, yakni Icibangase yang sekaligus sebagai kepala Badan Perundingan dan RP. Suroso yang sekaligus sebagai kepala sekretariat. Sebagai kepala sekretariat, RP. Suroso dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. AG. Pringgodigdo.

BPUPKI pada tanggal 28 Mei 1945 diresmikan di gedung Cuo Sangi In yang dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan dua pembesar Jepang yakni Jenderal Itagaki dan Jenderal Yaiciro Nagano. Pada kesempatan peresmian ini dilakukan pengibaran bendera Hinomaru disusul pengibaran bendera Merah Putih. Hal ini semakin membangkitkan semangat para anggota BPUPKI dalam mempersiapkan upaya Indonesia merdeka. Yang sangat menarik, sejak itu lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan dan Sang Merah Putih boleh dikibarkan.

 

Tugas BPUPKI adalah menyusun dasar dan konstitusi untuk negara Indonesia yang akan didirikan. Adapun sidang-sidang yang dilaksanakan oleh BPUPKI adalah sebagai berikut.

a)    Sidang BPUPKI I (29 Mei - 1 Juni 1945)

 

Sidang pertama membahas dasar negara bagi negara Indonesia merdeka. Waktu itu KRT. Rajiman Widyodiningrat meminta pandangan dari para anggota mengenai dasar negara baru yang akan dibentuk. Untuk itu, tampil beberapa tokoh untuk berpidato menyampaikan pandangannya. Dari sekian banyak pembicara, ada tiga tokoh yang paling dipertimbangkan pandangan-pandangannya. Mereka adalah Mr. Moh Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Soekarno.

Pidato Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei mengusulkan lima dasar negara kebangsaan Indonesia, yakni sebagai berikut.

1)   Peri Kebangsaan

2)   Peri Kemanusiaan

3)   Peri Ketuhanan

4)   Peri Kerakyatan

5)   Kesejahteraan Rakyat

Mr. Supomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945 menyampaikan dasar-dasar Negara yang diajukan sebagai berikut.

1)    Persatuan

2)    Kekeluargaan

3)    Keseimbangan lahir dan batin

4)    Musyawarah

5)    Keadilan rakyat

Tanggal 1 Juni 1945 merupakan hari terakhir dari rangkaian Sidang BPUPKI I. Dalam pidato itu yang istimewa ia mengajukan usul nama, lima asas yang disebut dengan Pancasila. Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945 sering disebut dengan pidato lahirnya Pancasila. Sila-sila yang diusulkan Ir. Soekarno sebagai berikut.

1)    Kebangsaan Indonesia.

2)    Internasionalisme atau perikemanusiaan.

3)    Mufakat atau demokrasi.

4)    Kesejahteraan sosial.

5)    Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sidang pertama BPUPKI berakhir tanggal 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini tidak menghasilkan kesimpulan atau perumusan. Pada waktu itu hanya ada saran-saran atau usulan mengenai rumusan dasar negara bagi Indonesia merdeka. Setelah itu BPUPKI mengadakan reses selama lebih dari satu bulan.

Sebelum reses, dibentuklah panitia kecil di bawah pimpinan Ir. Soekarno. Panitia kecil itu berjumlah 8 orang dengan tugas menampung saran, usul dan konsepsi para anggota untuk diserahkan melalui sekretariat.

Anggota lainnya dalam panitia kecil ini adalah Drs. Mohammad Hatta, Sutardjo Kartohadikusumo, Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Muhammad Yamin, dan A.A. Maramis.

Ir. Soekarno melaporkan bahwa pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Kecil itu mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI, sebagian di antaranya menghadiri sidang Cuo Sangi In. Hasil pertemuan itu adalah telah ditampungnya suara-suara dan usul-usul lisan anggota BPUPKI.

Dalam pertemuan itu pula terbentuk panitia kecil lain yang berjumlah 9 orang, yang kemudian dikenal dengan Panitia Sembilan. Mereka itu terdiri atas:

1)    Ir. Soekarno                              6) Abdulkahar Muzakkir

2)    Drs. Moh. Hatta             7) Wachid Hasyim

3)    Mr. Muh. Yamin             8) H. Agus Salim

4)    Mr. Ahmad Subardjo      9) Abikusno Cokrosuyoso

5)    Mr. A.A. Maramis

Panitia sembilan tersebut berkumpul menyusun rumusan dasar negara berdasarkan pemandangan umum para anggota.

Akhirnya mereka berhasil merumuskan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia merdeka. Rumusan itu diterima secara bulat dan ditandatangani. Oleh Mr. Muh Yamin rumusan hasil Panitia sembilan itu diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.

Rumusan dasar negara Indonesia Merdeka berdasar Piagam Jakarta sebagai berikut.

1)    Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

2)    (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

3)    Persatuan Indonesia.

4)    (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

5)    (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

b)    Sidang BPUPKI II (10 - 17 Juli 1945)

Pada tanggal 10 Juli 1945 mulai sidang BPUPKI II. Sidang ini membahas rancangan Undang-Undang Dasar (UUD). Panitia Perancang UUD diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini berjumlah 19 orang (termasuk ketua). Adapun anggota-anggotanya adalah sebagai berikut.

1)    AA. Maramis

2)    Oto Iskandardinata

3)    Poeroebojo

4)    Agus Salim

5)    Mr. Ahmad Subardjo

6)    Prof. Dr. Mr. Supomo

7)    Mr.Maria Ulfah Santosa

8)    Wachid Hasyim

9)    Parada Harahap

10)  Mr. Latuharhary

11)  Mr. Susanto Tritoprodjo

12)  Mr. Sartono

13)  Mr. Wongsonegoro

14)  Wuryaningrat

15)  Mr. R.P. Singgih

16)  Tan Eng Hoat

17)  Prof. Dr. P.A. Husein Djajadiningrat

18)  dr. Sukiman

Panitia Perancang membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan rancangan UUD dengan segala pasal-pasalnya. Panitia Kecil ini dipimpin oleh Mr. Supomo dengan anggota-anggotanya sebagai berikut.

1)    Mr. Wongsonegoro

2)    Mr. Ahmad Subarjo

3)    Mr. A.A. Maramis

4)    Mr. R.P. Singgih

5)    H. Agus Salim

6)    dr. Sukiman

 

Sebelum membahas rancangan Undang-Undang Dasar, mereka membahas bentuk negara. Setelah diadakan pungutan suara, mayoritas anggota memilih negara kesatuan yang berbentuk republik.

Bahasan berikutnya adalah UUD dan pembukaannya. Pada rapat tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang UUD secara bulat menerima Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD. Tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI melanjutkan sidang untuk menerima laporan dari Panitia Perancang UUD. Tiga hal penting yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno selaku ketua Panitia Perancang UUD sebagai berikut.

1)    Pernyataan Indonesia merdeka.

2)    Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta).

3)    Batang tubuh UUD.

Sidang menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno tersebut.

 

2)    Pembentukan PPKI dan Peranannya dalam Proses Persiapan Kemerdekaan Indonesia

Setelah tugas BPUPKI dipandang selesai, BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Anggota PPKI berjumlah 21 orang Indonesia yang mewakili berbagai daerah di Indonesia, yaitu:

1.          Ir. Soekarno                              12.  Puruboyo

2.          Drs. Moh. Hatta                         13.  Dr. Amir

3.          dr. Rajiman Widyodiningrat         14. Mr. Teuku Moh. Hasan

4.          Oto Iskandardinata                    15.  Mr. Abdul Abbas

5.          Wachid Hasyim                         16. dr.Syam  Ratulangi

6.          Ki Bagus Hadikusumo               17.  Andi Pangeran

7.          Suryo Hadimijoyo                      18.  Hamidhan

8.          Mr. Sutarjo Kartohadikusumo     19.  Mr. I Gusti Ketut Puja

9.          R.P Soeroso                             20.  Mr. J. Latuharhary

10.        Prof. Dr. Mr. Supomo                21.  Drs. Yap Tjwan Bing

11.        Abdul Kadir

Selain 21 orang anggota tersebut, ditambah 6 orang oleh bangsa Indonesia sendiri. Enam anggota tambahan tersebut adalah:

1.          Wiranata Kusumah                    4.  Sayuti Malik

2.          Ki Hajar Dewantoro                   5.  Iwa Kusuma Sumantri

3.          Mr. Kasman Singodimejo          6.  Mr. Achmad Soebardjo

 

PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Moh. Hatta. Sedang sebagai penasihatnya adalah Mr. Ahmad Subarjo. Tugas PPKI adalah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi pendirian negara dan pemerintahan RI.

Pembentukan PPKI ini langsung ditangani oleh Marsekal Terauci. Panglima Tertinggi bala tentara Jepang di Asia Tenggara yang berkedudukan di Dalath (Vietnam). Pada tanggal 9 Agustus 1945 Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat dipanggil menghadap Terauchi.

Dalam pertemuan tanggal 12 Agustus 1945 kepada para pemimpin bangsa kita, Marsekal Terauci menyampaikan hal-hal sebagai berikut.

1.          Pemerintah Jepang memutuskan untuk memberi kemerdekaan kepada Indonesia.

2.          Untuk pelaksanaan kemerdekaan telah dibentuk PPKI.

3.          Pelaksanaan kemerdekaan segera setelah persiapan selesai dan berangsur-angsur dimulai dari Pulau Jawa kemudian pulau-pulau lain.

4.          Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.

Para pemimpin dalam perjalanan pulang ke tanah air singgah dulu di Singapura. Mereka bertemu 3 pemimpin PPKI yang mewakili Sumatera yakni Dr. Amir, Mr. Teuku Moh. Hasan dan Mr. Abdul Abas. Dari wakil Sumatera tersebut, mereka mendengar kabar bahwa Jepang semakin kalah. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat.

Hal ini diumumkan Tenno Heika melalui radio. Sutan Syahrir yang mendengar berita menyerahnya Jepang kepada Sekutu segera mendesak Bung Karno agar segera dilaksanakan proklamasi tanpa harus menunggu janji Jepang. Namun Bung Karno belum menerima maksud Sutan Syahrir tersebut dengan alasan belum mengadakan pertemuan dengan anggota-anggota PPKI yang lain. Di samping itu terlebih dahulu Bung Karno akan mencoba dulu mencek kebenaran berita kekalahan Jepang tersebut.

Sutan Syahrir kemudian menemui para pemuda seperti Sukarni, BM. Diah, Sayuti Melik dan lain-lain. Pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20.30 waktu Jawa Zaman Jepang (pukul 20.00 WIB) para pemuda mengadakan rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh.

Rapat berlangsung di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta. Mereka yang hadir selain Chaerul Saleh adalah Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikana, dan Alamsyah. Dalam rapat tersebut diputuskan tentang tuntutan golongan pemuda yang menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak rakyat Indonesia sendiri, segala ikatan, hubungan dan janji kemerdekaan harus diputus dan perlunya berunding dengan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta agar kelompok pemuda diikut sertakan dalam menyatakan proklamasi.

Pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 22.30 waktu Jawa zaman Jepang (pukul 22.00 WIB) Wikana dan Darwis mewakili dari para pemuda menemui Bung Karno. Mereka berdua mendesak Bung Karno agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada keesokan harinya. Akhirnya terjadilah perdebatan. Perbedaan tersebut sampai mengarah pada pemaksaan dari golongan muda terhadap golongan tua. Akan tetapi kedua golongan tersebut bertujuan demi mencapai kemerdekaan Indonesia.

Sementara itu PPKI yang dibentuk oleh Jepang namun hingga Jepang menyerah kepada Sekutu, PPKI belum pernah bersidang. PPKI baru mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 yakni setelah Proklamasi Kemerdekaan.

 

 

 

b.    Peristiwa Rengasdengklok

 

Peristiwa Rengasdengklok terjadi dikarenakan adanya perbedaan pendapat antara golongan muda dan tua tentang masalah kapan dilaksanakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kejadian tersebut berlangsung tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1945. Golongan muda membawa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok dengan tujuan untuk mengamankan keduanya dari intervensi pihak luar. Daerah Rengasdengklok dipilih karena menurut perhitungan militer, tempat tersebut jauh dari jalan raya Jakarta-Cirebon. Di samping itu, mereka dengan mudah dapat mengawasi tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok dari arah Bandung maupun Jakarta.

Soekarno-Hatta berada di Rengasdengklok selama satu hari penuh. Usaha dan rencana para pemuda untuk menekan kedua pemimpin bangsa Indonesia itu agar cepat-cepat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan tentara Jepang tidak dapat dilaksanakan. Dalam peristiwa Rengasdengklok tersebut tampaknya kedua pemimpin itu mempunyai wibawa yang besar sehingga para pemuda merasa segan untuk mendekatinya, apalagi melakukan penekanan. Namun, melalui pembicaraan antara Shodanco Singgih dengan Soekarno, menyatakan bahwa Soekarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah kembali ke Jakarta.

Berdasarkan pernyataan Soekarno itu, pada tengah hari Shodanco Singgih kembali ke Jakarta untuk menyampaikan berita proklamasi kemerdekaan yang akan disampaikan oleh Soekarno kepada kawan-kawannya dan para pemimpin pemuda. Sementara itu, di Jakarta sedang terjadi perundingan antara Achmad Subardjo (mewakili golongan tua) dengan Wikana (mewakili golongan muda). Dari perundingan itu tercapai kata sepakat, bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan di Jakarta. Di samping itu, Laksamana Tadashi Maeda mengizinkan rumah kediamannya dijadikan sebagai tempat perundingan dan bahkan ia bersedia menjamin keselamatan para pemimpin bangsa Indonesia itu.

Berdasarkan kesepakatan antara golongan pemuda dengan Laksamana Tadashi Maeda itu, Jusuf Kunto bersedia mengantarkan Achmad Subardjo dan sekretaris pribadinya pergi menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Sebelum berangkat ke Rengasdengidok, Achmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawanya bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan itu, komandan kompi Peta Cudanco Subeno bersedia melepas Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta beserta rombongan untuk kembali ke Jakarta. Rombongan tersebut tiba di Jakarta pada pukul 17.30 WIB.

 

c.    Perumusan Teks Proklamasi kemerdekaan Indonesia

Pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno-Hatta dan tokoh pemuda pengawalnya dari Rengasdengkok tiba kembali ke Jakarta. Pada pukul 23.30 WIB tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno-Hatta tiba di Jakarta dengan selamat. Kemudian A.Soebardjo segera menelpon ke rumah Laksamana Muda Maeda dan meminjam rumah kediamannya Jl. Imam Bonjol no. 1 untuk rapat anggota PPKI. Ia mengizinkan rumah tempat tinggalnya dijadikan tempat rapat anggota PPKI. Dengan adanya kesediaan untuk meminjamkan rumahnya maka A.Soebardjo segera menyiapkan pertemuan di rumah itu pada tengah malam itu juga.

 

 

Dalam ruang tamu rumah Laksamana Muda Maeda berkumpul anggota PPKI, anggota Cuo Sangi In, dan kelompok pemuda untuk membicarakan naskah proklamasi kemerdekaan. Soekarno, Hatta, dan A.Soebardjo membahas rumusan naskah proklamasi di ruang makan atas dan disaksikan oleh Sayuti Melik, Sukarni, B.M. Diah, dan Sudiro.

Achmad Soebardjo dan Moh. Hatta yang merumuskan kalimatnya, sedangkan Soekarno yang menuliskannya. Kalimat pertama berbunyi “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”, berasal dari kutipan Piagam Jakarta oleh Achmad Soebardjo. Kalimat kedua disampaikan oleh Moh. Hatta berbunyi “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Selanjutnya Soekarno membacakan konsep rumusan naskah proklamasi secara perlahan sehingga kata demi kata dapat didengar dan dipahami oleh para hadirin.

Pembacaaan rumusan naskah proklamasi kemerdekaan telah selesai dan disetujui,  Sukarni mengusulkan naskah proklamasi cukup dua orang saja yang menandatanganinya atas nama bangsa Indonesia.

 

Setelah dilakukan beberapa perubahan redaksi, Ir. Soekarno meminta Sayoeti Melik untuk mengetik konsep proklamasi itu. Naskah proklamasi yang ditulis Ir. Soekarno setelah diketik Sayoeti Melik, juga mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

 

No.

Naskah Tulisan Ir. Soekarno

Naskah Hasil Ketikan Sayoeti Melik

1.

Proklamasi.

PROKLAMASI.

2.

Hal2.

Hal-hal.

3.

Tempoh.

Tempo.

4.

Djakarta 17-08-05.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05.

5.

Wakil2 bangsa Indonesia.

Atas nama bangsa Indonesia.


            Ada tiga perubahan redaksi pada naskah proklamasi yang disetujui. Pertama, tempoh diganti dengan tempo. Kedua, wakil bangsa Indonesia diganti dengan atas nama bangsa Indonesia. Ketiga, cara menulis tanggal Djakarta 17-8-05 diganti menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Naskah hasil ketikan Sayoeti Melik kemudian ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia.

 

d.    Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

1)    Persiapan Pembacaan Teks Proklamasi

Setelah selesai merumuskan dan mengesahkan teks proklamasi, pagi harinya pada 17 Agustus 1945 para pemimpin nasional dan para pemuda kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan penyelenggaraan pembacaan teks proklamasi. Rakyat dan tentara Jepang menyangka pembacaan proklamasi akan dilaksanakan di Lapangan Ikada sehingga tentara Jepang memblokade Lapangan Ikada.

Bahkan Barisan Pemuda telah berdatangan ke Lapangan Ikada dalam rangka menyaksikan pembacaan teks proklamasi. Pemimpin Barisan Pelopor Sudiro juga datang ke Lapangan Ikada dan melihat pasukan Jepang dengan senjata lengkap menjaga ketat lapangan itu. Sudiro kemudian melaporkan keadaan itu kepada Muwardi, Kepala Keamanan Soekarno. Oleh karena itu, disepakati bahwa proklamasi akan diikrarkan di rumah Soekarno Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta.

Halaman rumah Soekarno sudah dipadati oleh massa menjelang pembacaan teks proklamasi. Dr. Muwardi memerintahkan kepada Latief Hendraningrat untuk menjaga keamanan pelaksanaan upacara. Latif dibantu oleh Arifin Abdurrahman berusaha untuk mengantisipasi gangguan tentara Jepang.

Terlihat suasana sangat sibuk. Suwiryo, Wakil Walikota Jakarta meminta kepada Wilopo untuk mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan. Wilopo kemudian meminjam mikrofon dan beberapa pengeras suara ke toko elektronik milik Gunawan.

Untuk keperluan tiang bendera, Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud, Komandan Pengawal Rumah Soekarno untuk mencari tiang bendera. Suhud mendapatkan sebatang tiang bambu dari belakang rumah dan menanamnya di dekat teras, kemudian diberi tali. Ia lupa bahwa di depan rumah ada dua tiang bendera dari besi yang tidak terpakai. Ini dapat dimaklumi, mengingat waktu itu suasana panik. Di tempat lain, Fatmawati mempersiapkan bendera yang dijahit dengan tangan dan ukuran yang tidak standar.

Suasana semakin panas. Para pemuda menghendaki agar pembacaan teks proklamasi segera dilaksanakan. Mereka sudah tidak sabar lagi karena sudah menunggu sejak pagi. Mereka mendesak Muwardi untuk mengingatkan Soekarno karena hari semakin siang. Namun, Soekarno menolak jika ia harus melaksanakannya sendiri tanpa Hatta.

Suasana menjadi tegang karena Muwardi terus mendesak Soekarno untuk segera membacakan teks proklamasi tanpa harus menunggu kehadiran Hatta. Untunglah lima menit sebelum pelaksanaan upacara Hatta datang dan langsung menemui Soekarno untuk segera melaksanakan upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia.

 

2)    Pelaksanaan Upacara Proklamasi Kemerdekaan

Upacara dipimpin oleh Latief Hendraningrat dan tanpa protokol. Latief segera memimpin barisan dan menyiapkan untuk berdiri dengan sikap sempurna. Soekarno kemudian mempersiapkan diri dan mendekati mikrofon. Sebelum membacakan teks proklamasi, Soekarno membacakan pidato singkat yang isinya adalah sebagai berikut.

1)   Perjuangan melawan kolonial telah cukup panjang dan memerlukan keteguhan hati.

2)   Cita-cita perjuangan itu adalah kemerdekaan Indonesia.

3)   Indonesia yang berdaulat harus mampu menentukan arah dan kebijakannya sendiri, menjadi negara yang diakui oleh bangsabangsa lain di dunia.

 

Setelah itu, Soekarno membacakan teks proklamasi yang diketik oleh Sayuti Melik. Pidato ditutup dengan kalimat: “demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini, kita menyusun negara kita 1 negara merdeka, negara Republik Indonesia Merdeka, kekal dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan Indonesia”.

Acara berikutnya setelah pembacaan selesai adalah pengibaran bendera merah putih yang dilakukan oleh Latief dan Suhud secara perlahan-lahan. Bendera merah putih dinaikkan dengan diiringi lagu “Indonesia Raya” yang secara spontan dinyanyikan oleh para hadirin. Selesai pengibaran bendera, upacara ditutup dengan sambutan Wakil Walikota Suwiryo dan Muwardi. Dengan demikian, selesailah upacara proklamasi kemerdekaan yang menjadi tonggak berdirinya negara Republik Indonesia yang berdaulat.

 

c.   Penyebaran Berita Proklamasi

Penyebaran berita proklamasi memiliki banyak kendala khusunya yang berada di luar Jawa. Berikut faktor yang menjadi hambatan dalam penyebaran berita proklamasi adalah:

1)   Wilayah Indonesia yg sangat luas.

2)   Komunikasi dan transportasi masih sangat terbatas.

3)   Adanya larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia.

Sedangakan berita penyebaran Proklamasi melalui berbagai cara:

1)   Siaran Radio Hoso Kanriyoko (sekarang RRI) oleh Yusufranodipuro.

2)   Sejak Th 1946 RRI Yogyakarta berhasil menyiarkan berita Proklamasi berbahasa Inggris yaitu The Voice of Freedom Indonesia oleh Molly Warner (Orang Australia yang simpati kepada Indonesia)

3)   Kantor berita Domei (sekarang bernama Kantor berita Antara) oleh Syahrudin, F. Wuz, Adam Malik, dkk.

4)   Melalu media cetak seperti Harian Suara Asia (Surabaya) yang merupakan koran pertama Indonesia, Balai Pustaka oleh Suparjo, Percetakan Asia Raya oleh BM.Diah, dan sebagainya.

5)   Melalui pemasangan plakat, poster, dan coretan di tembok.

6)   Melalui utusan PPKI ke berbagai daerah seperti:

a)   Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.

b)   Sam Ratulangi dari Sulawesi.

c)   Ketut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).

d)   A. A. Hamidan dari Kalimantan.

 

Meskipun orang Jepang memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti.

Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk.

Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan ke seluruh dunia.

Penyebaran berita proklamasi kemerdekaan juga dilakukan melalui media massa yang ada saat itu, ada pula dengan menggunakan spanduk dan famlet di jalanan.

 

2.     Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia

Kemerdekaan adalah jembatan emas menuju keberhasilan pembangunan nasional. Pembangunan yang dicita-citakan masyarakat Indonesia hanya dapat dilakukan setelah Indonesia merdeka. Dengan kemerdekaan bangsa Indonesia dapat menentukan nasib sendiri. Pada saat Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 belum memiliki kepala pemerintahan dan sistem administrasi wilayah yang jelas. Setelah Indonesia merdeka, segera dibentuk kelengkapan pemerintahan dengan tujuan agar pembangunan dapat berlangsung dengan baik.

Para pemimpin segera membentuk lembaga pemerintahan dan kelengkapan negara sehari setelah proklamasi dikumandangkan. PPKI segera menyelenggarakan rapat-rapat yang menghasilkan beberapa keputusan penting sebagai berikut.

a.   Pengesahan UUD 1945

Rapat PPKI beragendakan untuk menyepakati Pembukaan dan UUD Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang dibuat oleh BPUPKI menjadi rancangan awal, dan dengan sedikit perubahan disahkan menjadi UUD yang terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh yang terdiri dari 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Ayat Aturan Tambahan disertai dengan penjelasan.

b.   Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

Soekarno dan Hatta ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia secara aklamasi dalam musyawarah untuk mufakat. Lagu kebangsaan Indonesia Raya mengiringi penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

c.   Pembagian wilayah Indonesia

Rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945 memutuskan pembagian wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi.

Kedelapan provinsi tersebut masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur. Para gubernur bertugas memimpin dan melaksanakan pemerintahan di daerah provinsi masing-masing  sesuai dengan ketentuan pemerintah pusat.

Adapun provinsi dan nama-nama gubernur yang menjabatnya adalah sebagai berikut:

1)    Provinsi Sumatera         : Tengku Moh. Hasan

2)    Provinsi Jawa Barat       : Sutardjo Kartohadikusumo

3)    Provinsi Jawa Tengah    : R. Panji Soeroso

4)    Provinsi Jawa timur       : R.A Soerjo

5)    Provinsi Sunda Kecil      : Mr. I Gusti Ktut Pudja

6)    Provinsi Maluku             : J. Latuharhary

7)    Provinsi Sulawesi          : dr. G.S.S.J Ratulangie

8)    Provinsi Kalimantan       : Ir. Pangeran Moh. Noor

 

d.   Pembentukan Kementerian

Setelah membagi wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi beserta gubernurnya, PPKI kemudian Membentuk 12 Kementrian. Awalnya Ahmad Subardjo mengusulkan dibentuknya 13 kementerian. Namun setelah diakukan pembahasan, sidang memutuskan adanya 12 kementerian yang mengepalai departemen dan 4 menteri negara. Berikut ini 12 departemen tersebut.

1)   Departemen Dalam Negeri dikepalai R.A.A. Wiranata Kusumah

2)   Departemen Luar Negeri dikepalai Mr. Ahmad Subardjo

3)   Departemen Kehakiman dikepalai Prof. Dr. Mr. Supomo

4)   Departemen Keuangan dikepalai Mr. A.A Maramis

5)   Departemen Kemakmuran dikepalai Surachman Cokroadisurjo

6)   Departemen Kesehatan dikepalai Dr. Buntaran Martoatmojo

7)   Departemen Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan dikepalai Ki Hajar Dewantara

8)   Departemen Sosial dikepalai Iwa Kusumasumantri

9)   Departemen Pertahanan dikepalai Supriyadi

10)  Departemen Perhubungan dikepalai Abikusno Tjokrosuyoso

11)  Departemen Pekerjaan Umum dikepalai Abikusno Tjokrosuyoso

12)  Departemen Penerangan dikepalai Mr. Amir Syarifudin

 

Sedangkan 4 menteri negara yaitu:

1)   Menteri negara Wachid Hasyim

2)   Menteri negara M. Amir

3)   Menteri negara R. Otto Iskandardinata

4)   Menteri negara R.M Sartono

 

Di samping itu diangkat pula beberapa pejabat tinggi negara yaitu:

1)   Ketua Mahkamah Agung, Dr. Mr. Kusumaatmaja

2)   Jaksa Agung, Mr. Gatot Tarunamihardja

3)   Sekretaris negara, Mr. A.G. Pringgodigdo

4)   Juru bicara negara, Soekarjo Wirjopranoto

 

e.   Pembentukan Komite Nasional Indonesia

Tanggal 22 Agustus 1945 PPKI kembali menyelenggarakan rapat pembentukan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang akan mengantikan PPKI. Soekarno dan Hatta mengangkat 135 orang anggota KNIP. Seluruh anggota PPKI kecuali Soekarno dan Hatta menjadi anggota KNIP yang kemudian dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945. Tugas dan wewenang KNIP adalah menjalankan fungsi pengawasan dan berhak ikut serta dalam menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

f.    Membentuk Kekuatan Pertahanan dan Keamanan

Pada tanggal 23 Agustus Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang bertugas menjaga keamanan. Sebagian besar anggota BKR terdiri dari mantan anggota PETA, KNIL, dan Heiho. Pada tanggal 5 Oktober berdirilah TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Supriyadi (tokoh perlawanan tentara PETA terhadap Jepang di Blitar) terpilih sebagai pimpinan TKR. Atas dasar maklumat itu, Urip Sumohardjo segera membentuk Markas Besar TKR yang dipusatkan di Yogyakarta.

 

3.     Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan

Upaya bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dilakukan dengan dua cara, yaitu cara diplomasi dan cara perjuangan fisik (perjuangan bersenjata).

a.    Perjuangan Fisik

1)    Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya

Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru/Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.

Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada malam hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.

Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke Hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.

Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris. Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.

 

2)    Pertempuran Surabaya

Pertempuran Surabaya merupakan satu rangkaian peristiwa pertempuran yang terjadi antara tentara Indonesia dan tentara Sekutu yang berlansung sejak tanggal 27 Oktober sampai 20 November 1945. Pertempuran yang paling besar terjadi pada tanggal 10 November 1945.

Pertempuran Surabaya diawali dengan kedatangan Brigade 49/Divisi India ke-23 tentara Sekutu di bawah komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby pada 25 Oktober 1945 di Surabaya. Tugas pasukan ini adalah melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan para tahanan perang Sekutu di Indonesia.

Semula pihak Indonesia menyambut baik kedatangan tentara Sekutu. Tetapi setelah diketahui bahwa NICA membonceng bersama rombongan tentara sekutu, muncullah pergerakan perlawanan rakyat Indonesia melawan tentara Sekutu.

Pada tanggal 30 Oktober 1945, terjadi bentrokan antara tentara Indonesia melawan tentara Inggris. Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tewas dalam bentrokan ini. Hal ini mendorong tentara Sekutu mengirimkan pasukan dalam jumlah besar ke Surabaya. Pasukan baru tersebut berada di bawah pimpinan Mayor Jenderal R.C. Mansergh.

Pada tanggal 9 November 1945, pihak sekutu mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya. Batas waktu ultimatum adalah pukul 06.00 tanggal

10 November 1945. Ultimatum tersebut tidak dihiraukan karena dianggap sebagai penghinaan terhadap pejuang Indonesia.

Pada tanggal 10 November 1945, tentara Inggris melakukan serangan besar yang melibatkan 30.000 pasukan, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Tentara Inggris mengira perlawanan rakyat Surabaya dapat ditaklukkan dalam waktu beberapa hari. Di luar dugaan tentara Inggris, para pelopor pemuda seperti Bung Tomo dan tokoh-tokoh agama yang terdiri dari para kyai dan ulama terus menggerakan semangat perlawanan pejuang Surabaya hingga perlawanan terus berlanjut berhari-hari bahkan berlangsung beberapa minggu.

Meskipun akhirnya kota Surabaya berhasil dikuasai tentara Sekutu, namun Pertempuran Surabaya menjadi simbol nasional atas perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan. Untuk mengenang peristiwa heroik di Surabaya, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

 

3)    Pertempuran Lima Hari di Semarang

Pertempuran lima hari di Semarang terjadi antara rakyat Indonesia diSemarang dengan tentara. Peristiwa ini berawal ketika para tawanan veteran angkatan laut Jepang yang dipindahkan dari Cepiring ke Bulu. Pemindahan ini dikawal oleh polisi Indonesia. Di tengah perjalanan, mereka memberontak dan melarikan diri. Selanjutnya mereka bergabung dengan batalyon Jepang yang berada di bawah pimpinan Mayor Kido yang masih bersenjata di Jatingaleh, Semarang.

Pada tanggal 14 Oktober 1945, tersiarnya kabar bahwa Jepang telah meracuni cadangan air minum di Candi, Semarang. Dokter Kariadi selaku kepala laboratorium pusat Rumah Sakit Rakyat memberanikan diri untuk memeriksa air minum tersebut. Akan tetapi, ketika hendak melakukan pemeriksaan, Jepang menembaknya sehingga ia gugur. Peristiwa ini membuat pada pemuda Semarang marah sehingga mereka serempak menyerbu tentara Jepang.

Pada tanggal 15 sampai dengan 20 Oktober 1945, terjadi pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dibantu oleh barisan pemuda dengan tentara Jepang yang persenjataannya lebih lengkap. Pertempuran berakhir setelah terjadi perundingan antara pihak Indonesia yang diwakili oleh yaitu Kasman Singodimedjo dan Mr. Sartono dan pihak Jepang yang diwakili Letnan Kolonel Nomura.

Untuk memperingati Pertempuran 5 Hari di Semarang, dibangun Tugu Muda sebagai monumen peringatan. Tugu Muda ini dibangun pada tanggal 10 November 1950. Diresmikan oleh presiden Ir. Soekarno pada tanggal 20 Mei 1953. Bangunan ini terletak di kawasan yang banyak merekam peristiwa penting selama lima hari pertempuran di Semarang, yaitu di pertemuan antara Jl. Pemuda, Jl. Imam Bonjol, Jl. Dr. Sutomo, dan Jl. Pandanaran dengan lawang sewu. Selain pembangunan Tugu Muda, Nama dr. Kariadi diabadikan sebagai nama salah satu rumah sakit di Semarang.

 

4)    Perjuangan Bersenjata di Ambarawa (Palagan Ambarawa)

 

Pada tanggal 21 November – 15 Desember 1945 TKR terlibat pertempuran sengit dengan Sekutu di Ambarawa. Penyebabnya Sekutu membebaskan para interniran (tawanan Belanda) yang ditawan pejuang secara sepihak di Magelang dan Ambarawa.

Tindakan Sekutu ini mendapat perlawanan sengit dari pasukan Indonesia di bawah pimpinan Kolonel Isdiman. Namun, pada awal pertempuran Kolonel Isdiman gugur, maka pimpinan pasukan diambil alih Kolonel Soedirman, Komandan Divisi V Banyumas. Berkat perjuangan pasukan TKR, tanggal 15 Desember tentara Sekutu berhasil dipukul mundur kembali ke Semarang. Untuk mengenang peristiwa Palagan Ambarawa ini tanggal 15 Desember ditetapkan sebagai "Hari Infantri".

 

5)    Perjuangan Bersenjata di Bandung

 

Pada bulan Oktober 1945 pasukan AFNEI telah memasuki Bandung. AFNEI menuntut pasukan Indonesia menyerahkan senjata dan membagi kota Bandung menjadi dua bagian. Bandung Utara di bawah kekuasaan Sekutu, Bandung Selatan dikuasai pejuang Indonesia. Sebagai pembatas kedua wilayah adalah rel kereta api yang persis membelah kota Bandung.

TKR Bandung di bawah pimpinan Aruji Kartawinata sesekali melakukan serangan terhadap kedudukan pasukan AFNEI.

Untuk kedua kalinya tanggal 23 Maret 1946 AFNEI mengeluarkan ultimatum agar TRI (semula TKR) untuk meninggalkan seluruh Bandung. Ultimatum ini ditanggapi berbeda oleh pemerintah RI di Jakarta dan Markas TRI di Yogyakarta. Pemerintah menginstruksikan agar TRI meninggalkan kota Bandung. Akhirnya TRI memilih patuh kepada pemerintah pusat, walaupun dengan berat hati TRI kemudian meninggalkan kota Bandung sambil membungihanguskan kota tersebut. Peristiwa inilah yang memunculkan sebutan "Bandung Lautan Api".

 

6)    Perjuangan Bersenjata di Medan

 

Berita proklamasi Republik Indonesia baru sampai di kota Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Keterlambatan berita tersebut karena sulitnya komunikasi dan sensor ketat terhadap berita-berita oleh tentara Jepang. Berita proklamasi kemerdekaan dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan, yang diangkat menjadi gubernur Sumatra. Pada tanggal 13 September 1945, para pemuda yang dipelopori oleh Achmad Tahir membentuk Barisan Pemuda Indonesia. Pada tanggal 4 Oktober 1945, Barisan Pemuda Indonesia beraksi mengambil alih gedung-gedung pemerintah dan merebut senjata-senjata milik tentara Jepang.

Pada tanggal 9 Oktober 1945, pasukan Sekutu yang diboncengi serdadu Belanda dan NICA di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di kota Medan. Sebelumnya, Belanda sudah mendaratkan suatu kelompok komando yang dipimpin oleh Westerling. Reaksi awal para pemuda atas kedatangan Sekutu tersebut adalah membentuk TKR di Medan.

Tanggal 13 Oktober 1945 terjadi pertempuran pertama antara para pemuda dan pasukan Sekutu. Ini merupakan awal perjuangan bersenjata yang dikenal sebagai pertempuran Medan Area.

Konfrontasi antara pejuang kemerdekaan dan serdadu NICA segera menjalar ke seluruh Kota Medan. Karena insiden antara pasukan pejuang kemerdekaan dan tentara NICA terus terjadi, maka pada tanggal 18 Oktober 1945 pihak Sekutu mengeluarkan maklumat yang berisi larangan terhadap rakyat untuk membawa senjata dan semua senjata yang dimiliki harus diserahkan kepada Sekutu.

Pada tanggal 1 Desember 1945, AFNEI memasang sejumlah papan bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area (Batas Resmi Wilayah Medan) di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Papan nama itulah yang membuat pertempuran di Medan dan sekitarnya dikenal sebagai Pertempuran Medan Area. Kemudian, Sekutu dan NICA mengadakan aksi pembersihan unsur-unsur RI di seluruh kota. Para pejuang Indonesia membalas aksi-aksi tersebut. Pada tanggal 10 Desember 1945 tentara Sekutu melancarkan serangan militer besar-besaran, yang dilengkapi dengan pesawat tempur canggih. Seluruh daerah Medan dijadikan sasaran serangan.

 

7)    Perjuangan Bersenjata di Bali (Puputan Margarana)

Pada tanggal 2 – 3 Maret 1946 pasukan Belanda mendarat di Bali. Belanda berusaha membujuk I Gusti Ngurah Rai agar mau bekerja sama dengan pihak Belanda. Ajakan itu ditolak oleh Ngurah Rai.

Pada bulan April 1946, I Gusti Ngurah Rai dengan pasukannya Ciung Wanara menyerbu Belanda di Denpasar, karena kalah persenjataan pasukannya terdesak. Tanggal 18 November 1946 pasukan I Gusti Ngurah Rai kembali menyerang markas Belanda di Tabanan. Markas digempur habis-habisan, Belanda dapat dikalahkan. Setelah kemenangan itu pasukan Ngurah Rai mundur ke arah Tabanan dan memusatkan markasnya di desa Margarana. Dua hari kemudian (20 November 1946) pasukan Belanda dengan segala kekuatan yang ada menyerang pasukan Ngurah Rai beserta seluruh pasukannya gugur dalam pertempuran itu. Oleh rakyat Bali setiap tanggal 20 November sebagai Hari Pahlawan Margarana.

 

8)    Serangan Umum 1 Maret 1949

Serangan umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949. Serangan bertujuan untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Republik Indonesia cukup kuat untuk mempertahankan kemerdekaan, meskipun ibu kotanya telah diduduki oleh Belanda.

Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan oleh pasukan TNI dari Brigade 10/Wehkreise III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta). Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan-pasukan TNI telah mendekati kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota. Pagi hari pada tanggal 1 Maret 1949 sekitar pukul 06.00 WIB sewaktu sirine berbunyi tanda jam malam telah berakhir, serangan umum dilancarkan dari segala penjuru kota. Pasukan Belanda tidak menduga akan ada serangan mendadak seperti itu, sehingga dalam waktu yang relatif singkat pasukan TNI berhasil memukul mundur pasukan Belanda keluar Yogyakarta.

Dalam Serangan Umum TNI akhirnya berhasil menduduki Yogyakarta selama enam jam. Peristiwa ini berhasil mematahkan propaganda Belanda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Keberhasilan Serangan Umum1Maret 1949 mendatangkan dukungan internasional terhadap bangsa Indonesia. Peristiwa ini menjadi pendorong berubahnya sikap pemerintah Amerika Serikat terhadap Belanda. Pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda, berbalik menekan Belanda agar melakukan perundingan dengan pihak RI. Oleh karena desakan itu, serta kedudukannya yang makin terdesak oleh gerilyawan Indonesia, Belanda akhirnya bersedia berunding dengan RI.

 

b.    Perjuangan Diplomasi

Berikut ini adalah beberapa upaya diplomasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya.

1)   Perundingan Linggajati

 

Dinamakan Perundingan Linggarjati karena perundingan antara Indonesia dan Belanda ini dilaksanakan di Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947.

Butir-butir kesepakatan perundingan antara lain:

a.   Belanda mengakui secara de-facto wilayah RI yaitu Jawa, Sumatra, dan Madura.

b.   Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.

c.   Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara RIS.

d.   Dalam bentuk RIS, Indonesia harus tergabung dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.

Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.

 

2)    Perjanjian Renville

Perjanjian Renville merupakan suatu perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral - USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.

Kesepakatan yang diambil dari Perjanjian Renville:

a.     Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah RI.

b.     Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.

c.     TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur ke daerah Indonesia di Yogyakarta.

 

3)    Perjanjian Roem-Royen

 

Disebut juga Perjanjian Roem-Van Royen, yaitu suatu perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes Jakarta. Nama perjanjian diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Royen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.

Hasil pertemuan ini adalah:

a.     Angkatan bersenjata RI akan menghentikan semua aktivitas gerilya

b.     Pemerintah RI akan menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB)

c.     Pemerintah RI dikembalikan ke Yogyakarta

d.     Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang

Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:

a.     Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948

b.     Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak

c.     Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia

 

4)    Konferensi Meja Bundar (KMB)

Konferensi Meja Bundar berlangsung di Den Haag negeri Belanda antara 23 Agustus – 2 November 1949. Delegasi Indonesia dipimpin Moh. Hatta. BFO (Bijjenkomst voor Federaal Overleg) atau Pertemuan Permusyawarahan Federal oleh Sultan Hamid II, Belanda dipimpin oleh Van Maarseven. Sedangkan UNCI dipimpin oleh Chritchley sebagai peninjau.

Konferensi berjalan alot karena masing-masing mempertahankan kehendaknya. Masalah yang alot dibicarakan yaitu masalah :

a.     Istilah pengakuan kedaulatan atau penyerahan kedaulatan

b.     Masalah status KNIL

c.     Masalah hutang biaya perang Hindia – Belanda

d.     Masalah status Irian Barat

Hasil-hasil KMB yang penting :

a.     Indonesia menjadi negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

b.     RIS dan Belanda merupakan Uni Indonesia – Belanda yang dikepalai Ratu Belanda.

c.     Penyerahan kedaulatan selambat-lambatnya akhir 1949.

d.     Semua hutang Hindia - Belanda dipikul RIS.

e.     TNI menjadi inti tentara RIS yang secara berangsur-angsur mengambil alih keamanan seluruh wilayah RIS.

f.      Kedudukan Irian Barat akan ditentukan selambat-lambatnya satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.

Pada tanggal 6 – 14 Desember 1949 KNIP mengadakan sidang yang salah satunya membahas hasil keputusan KMB. Melalui pemungutan suara diperoleh hasil 226 setuju, 62 menolak dan 31 meninggalkan sidang. Dengan demikian KNIP menerima hasil-hasil KMB. Pada tanggal 15 Desember 1949, Ir. Soekarno ditetapkan menjadi presiden RIS. Sedangkan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden. Keduanya dilantik 17 Desember 1949. tanggal 20 Desember 1949 Moh. Hatta dilantik sebagai Perdana Menteri oleh Presiden Soekarno.

Tanggal 27 Desember 1949 berlangsung pengakuan kedaulatan di tiga tempat, yaitu:

a.     Di Amsterdam Belanda

1)   Indonesia diwakili Moh. Hatta

2)   Belanda diwakili Willem dress

3)   Ketua Uni – Indonesia ratu Yuliana, Mr. A.M.J.A. Sassen

b.     Di Jakarta

1)   Belanda diwakili A.H.J. Lovink

2)   Indonesia diwakili Sri Sultan Hamengkubuwono IX

c.     Di Yogyakarta

Di Yogyakarta penyerahan kedaulatan RI kepada RIS dilakukan oleh Pejabat Presiden Mr. Asaat kepada A. Monohutu (Menteri Penerangan RIS).

 

 

4.     Perkembangan Politik Indonesia pada Masa Kemerdekaan

a.    Republik Indonesia Serikat

Pada 23 Agustus – 2 November 1949, Konferensi Meja Bundar (KMB) diselenggarakan di Den Haag, Belanda. Dalam konferensi ini, Belanda mengakui RIS (Republik Indonesia Serikat) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Pengakuan Belanda terhadap RIS memberikan keuntungan bagi Indonesia karena Belanda mengakui secara formal kedaulatan penuh negara Indonesia di bekas wilayah Hindia Belanda.

Meskipun membawa keuntungan, pengakuan ini juga membawa dampak negatif, Republik Indonesia yang semula berbentuk negara kesatuan harus berubah menjadi negara serikat. Akibatnya, Republik Indonesia hanya menjadi salah satu negara bagian saja dari RIS. Adapun wilayah RIS seperti berikut.

1)    Negara Bagian

Negara bagian meliputi Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra, Negara Sumatra Timur, dan Republik Indonesia.

2)    Satuan-Satuan Kenegaraan

Satuan kenegaraan meliputi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tenggara, Banjar, Dayak Besar, Bangka, Belitung, Riau, dan Jawa Tengah.

3)    Daerah Swapraja

Daerah Swapraja meliputi Kota Waringin, Sabang, dan Padang.

 

Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD (Undang-Undang Dasar). Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat yang diberi nama Konstitusi RIS. Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku, tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia.

 

b.    Kembali Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia

 

Belum lama sesudah pelantikan presiden dan berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS), muncul suatu peristiwa politik baru, yaitu mulai terdengar suara-suara dari rakyat di berbagai pelosok tanah air yang menyatakan ketidakpuasannya dengan pemerintah RIS. Sebagian besar dari seluruh rakyat menentang negara-negara boneka dan daerah-daerah otonom yang diciptakan oleh gubernur jenderal Van Mook dan Van de Plas sebagai pemimpin NICA (Netherland Indies Civil Administration) yang sekaligus sebagai otak dari politik devide et impera. Alasan rakyat Indonesia yang menghendaki pembubaran negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dan pengembalian ke dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, antara lain :

1)    Konstitusi RIS yang membentuk negara federal menimbulkan perpecahan bangsa.

2)    Beberapa negara bagian dan rakyat menghendaki Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan

3)    Sebagian besar para pemimpin negara federal tidak memperjuangkan rakyat, tetapi lebih memihak kepada Belanda

4)    Rakyat Indonesia merasa tidak puas dengan hasil perundingan KMB (Konferensi Meja Bundar) yang masih memberi peluang pada pihak Belanda atas Indonesia

5)    Bentuk negara federal di Indonesia adalah bentukan kolonial Belanda yang tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

6)    Anggota kabinet sebagian besar adalah pendukung unitarisme sehingga gerakan untuk membubarkan negara federal dan mengembalikan bentuk negara Indonesia ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

7)    Pembentukan negara-negara bagian (federal) di Indonesia tidak berdasarkan konsepsional, tetapi lebih berdasarkan kepada usaha Belanda untuk menghancurkan negara Republik Indonesia

8)        Beberapa negara boneka bentukan Belanda yang semula ditujukan untuk melemahkan persatuan dan kesatuan Indonesia, tetapi pada perkembangannya, justru memiliki keinginan yang sama, yaitu menegakkan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

 

Bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang diterapkan di Indonesia ternyata tidak sesuai dengan cita-cita kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 agustus 1945. Oleh karena itu, pada bulan Januari 1950, mulai muncul gerakan untuk mengubah bentuk negara RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Gerakan itu untuk memperjuangkan kembalinya NKRI itu disikapi positif oleh negara bagian dan satuan kenegaraan RIS, yakni ditandai dengan pernyataan sikap akan bergaungnya RIS dengan Republik Indonesia di Yogyakarta. Akan tetapi, pemerintah RIS dan Parlemen RIS secara konstitusional tidak memilliki wewenang untuk membubarkan negara-negara bagian (karena untuk membubarkan negara-negara bagian perlu adanya undang-undang yang sah dan tidak bertentangan dengan konstitusi RIS)

Pada tanggal 20 Februari 1950, pemerintah mengusulkan undang-undang (RUU) tentang tata cara perubahan susunan kenegaraan RIS kepada DPR RIS. Usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut kemudian disahkan oleh DPR RIS menjadi Undang-Undang Darurat nomor 11 tahun 1950 tanggal 8 Maret 1950. Undang-undang inilah yang kemudia digunakan sebagai dasar hukum penggabungan negara-negara bagian dan satuan kenegaraan RIS.

Pada tanggal 5 April 1950, hampir seluruh negara bagian dan satuan-satuan kenegaraan otonomi tealah bergabung dengan Republik Indonesia. Penggabungan ini dipelopori oleh negara Madura dan negara Jawa Timur yang memahami kehendak rakyatnya, kecuali bagian Indonesia Timur dan bagian Sumatra Timur. Namun demikian, dengan pendekatan dan ajakan pemerintah RIS terhadap Negara Sumatra Timur (NST) dan Negara Indonesia Timur (NIT) agar bergabung kembali dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Usaha pemerintah berhasil mengajak kedua negara bagian tersebut bergabung dan mengawali penyelenggaraan konferensi bersama.

Konferensi bersama yang pertama dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 1950 antara pemerintah RIS, RI, dan NIT sedangkan konferensi kedua dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 1950 antara RIS dan RI. Hasil konferensi ini kemudian dituangkan dalam “Piagam Persetujuan”. Setelah melaksanakan perundingan antara pemerintah Republik Indonesia Serikat dengan Republik Indonesia, maka pada tanggal 19 Mei 1950 keduanya mencapai persetujuan, yakni pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai dengan Proklamasi 17 Agustus 1945. Bersamaan dengan itu, dibentuk pula panitia penyusunan UUD Negara Kesatuan. Akhhirnya, panitia telah berhasil menyusun UUD, yang kemudian terkenal dengan nama Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).

Pada tanggal 15 Agustus 1950, presiden Soekarno menandatangani Rancangan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan. Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950) yang telah ditandatangani oleh presiden Soekarno adalah konstitusi RIS (mengubah beberapa pasal yang tidak sesuai dengan bentuk negara kesatuan).

Setelah ditandantangani presiden Soekarno, UUDS 1950 mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1950 dan sekaligus menandai secara resmi pembubaran RIS dan kembali ke NKRI. Kembalinya NKRI, sebagaimana bunyi Bab 1 Pasal 1 UUDS 1950, menyatakan bahwa RI yang merdeka dan berdaulat adalah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan. Pada pasal 2 dipertegas lagi bahwa RI meliputi seluruh wilayag Indonesia.

Pada tanggal 15 Agustus 1950, pemangku jabatan presiden Republik Indonesia Assaat menyerahkan kekuasaan kepada presiden Soekarno. Dengan demikian, pada tanggal 17 Agustus 1950, secara resmi RIS telah dibubarkan dan sebagai gantinya, berdirilah NKRI, serta digantinya Konstitusi RIS dengan UUDS 1950, Indonesia telah kembali ke Negara Kesatuan dengan melaksanakan sistem Demokrasi Liberal. Setelah negara Indonesia berhasil berbenah diri dari segala macam bentuk gangguan keamanan dan telah berhasil kembali ke NKRI pada tanggal 28 September 1950, Indonesia diterima menjadi anggota PBB yang ke-60.

 

 

c.    Gangguan Keamanan

1)    Pemberontakan PKI Madiun 1948

a)    Latar Belakang

Pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948, yaitu ditandatanganinya perundingan Renville, ternyata perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Maka Amir Syarifuddin turun dari kabinetnya dan digantikan oleh Kabinet Hatta. Ia merasa kecewa karena kabinetnya jatuh kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948.

Front Demokrasi Rakyat (FDR) ini didukung oleh Partai Sosialis Indonesia, Pemuda Sosialis Indonesia, PKI, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Pada tanggal 11 Agustus 1948, Muso tiba dari Moskow. Semenjak kedatangan Muso bersatulah kekuatan PKI dan FDR di bawah pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin.

b)    Peristiwa

Kelompok ini seringkali melakukan aksi-aksinya antara lain:

(1)   Melancarkan propaganda anti pemerintah.

(2)   Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten.

(3)   Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrok senjata di Solo 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945 Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.

Gerakan PKI ini mencapai pucaknya pada tanggal 18 September 1948. PKI di bawah pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin melancarkan pemberontakan yang dipusatkan di Madiun dan sekitarnya. Muso-Amir Syarifuddin kemudian memproklamasikan berdirinya Negara Republik Soviet Indonesia. 

c)    Penumpasan PKI Madiun

Presiden Soekarno dan perdana mentri M.Hatta mengutuk keras pemberontakan PKI di Madiun. Pemerintah segera melancarkan operasi penumpasan dengan GOM (Gerakan Operasi Militer). Panglima Jendral Soedirman kemudian mengeluarkan perintah harian yang isinya antara lain menunjuk Kolonel Gatot Subroto sebagai Gubernur Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono Gubernur Militer Jawa Timur diperintahkan untuk memimpin dan menggerakkan pasukan untuk menumpas pemberontakan PKI di Madiun dan sekitarnya.

Pasukan Siliwangi digerakkan dari Jawa Tengah. Brigade mobil dan Gabungan Divisi Jawa Timur digerakkan dari Jawa Timur. Pada tanggal 10 September 1948 keadaan Madiun segera dapat dikendalikan oleh pemerintah Indonesia. Muso tewas di Ponorogo, Amir Syarifuddin tertangkap di Purwodadi. 

 

2)    Pemberontakan DI/TII

      DI/TII merupakan gerakan yang mengatasnamakan Islam bertujuan membentuk Negara Islam Indonesia (NII). Gerakan ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

a)    DI/TII Jawa Barat

(1)   Latar Belakang

Berdasarkan Perundingan Renville, kekuatan militer Republik Indonesia harus meninggalkan wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda. TNI harus mengungsi ke daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta yang dikuasai Republik Indonesia.

(2)   Peristiwa

Tidak semua komponen bangsa menaati isi Perjanjian Renville yang dirasakan sangat merugikan bangsa Indonesia. Salah satunya adalah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo beserta para pendukungnya.

Pada tanggal 7 Agustus 1949 di suatu desa di Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia. Gerakannya dinamakan Darul Islam (DI) sedang tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan ini dibentuk pada saat Jawa Barat ditinggal oleh pasukan Siliwangi yang berhijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam rangka melaksanakan ketentuan dalam Perundingan Renville.

Gerakan Darul Islam yang didirikan oleh Kartosuwirjo mempunyai pengaruh yang cukup luas. Pengaruhnya sampai ke Aceh yang dipimpin Daud Beureueh, Jawa Tengah (Brebes, Tegal) yang dipimpin Amir Fatah dan Kyai Somolangu (Kebumen), Kalimantan Selatan dipimpin Ibnu Hajar, dan Sulawesi Selatan dengan tokohnya Kahar Muzakar.

 

(3)   Penyelesaian

Upaya penyelesaian DI/TII adalah sebagai berikut.

(a)   Dengan cara damai yaitu mengirim surat yang dilakukan oleh Moh. Natsir, tetapi gagal.

(b)   Operasi militer, yang membutuhkan waktu lama karena:

1.     medannya berupa daerah pegunungan-pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk bergerilya,

2.     pasukan Kartosuwirjo dapat bergerak dengan leluasa di kalangan rakyat,

3.     pasukan DI /TII mendapat bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik-pemilik perkebunan dan para pendukung negara Pasundan,

4.     suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha-usaha pemulihan keamanan.

(c)   Operasi penumpasan dilakukan dengan taktik Pagar Betis dan Bhratayuda. Melalui operasi militer Bhratayuda, DI/TII dapat dihancurkan. Kartosuwirjo dapat ditangkap di Gunung Geber, Majalaya pada tanggal 4 Juni 1962.

 

 

b)    DI/TII Jawa Tengah

(1)   Latar Belakang

Setelah Kartosuwirjo memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII), Amir Fatah menyatakan bergabung dengan DI/TII dan Jawa Tengah menjadi bagian NII.

(2)   Peristiwa dan Penyelesaian

Pada mulanya pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dipimpin Amir Fatah. Gerakan Amir Fatah yang menamakan diri Majelis Islam bergerak di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan. Setelah bergabung dengan Kartosuwirjo, Amir Fatah diangkat sebagai Komandan Pertempuran Jawa Tengah.

Sementara itu, di daerah Kebumen terjadi pemberontakan yang digerakkan Angkatan Umat Islam yang dipimpin Moh. Mahfudz Abdul Rachman (Kyai Somolangu). Pemberontakan ini dapat ditumpas dalam waktu tiga bulan. Sisa-sisa laskar yang lolos bergabung dengan DI/TII Kartosuwirjo.

Pada mulanya gerakan DI/TII di Jawa Tengah sudah mulai terdesak oleh TNI. Akan tetapi, pada bulan Desember 1951 mereka menjadi kuat kembali karena mendapat bantuan dari Batalyon 426. Batalyon 426 di daerah Kudus dan Magelang memberontak dan menggabungkan diri dengan DI/TII. Kekuatan batalyon pemberontak ini dapat dihancurkan. Sisa-sisanya lari ke Jawa Barat bergabung dengan DI/TII Kartosuwirjo.

Sementara itu, di daerah Merapi dan Merbabu terjadi kerusuhan yang dilakukan gerakan Merapi Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini dapat dihancurkan TNI pada bulan April 1952. Sisa-sisanya menggabungkan diri dengan DI/TII. Kekuatan DI/TII di daerah Jawa Tengah yang semula dapat dipatahkan justeru menjadi kuat lagi karena bergabungnya sisa-sisa Batalyon 426.

Untuk mengatasi pemberontakan itu, segera dibentuk pasukan Banteng Raiders. Pasukan itu kemudian mengadakan operasi kilat yang dinamakan Gerakan Banteng Negara (GBN). Pada tahun 1954, gerakan DI/TII di Jawa Tengah dapat dihancurkan setelah pusat kekuatan gerakan DI/TII di perbatasan Pekalongan-Banyumas dihancurkan.

 

c)    DI/TII Aceh

(1)   Latar Belakang

Penyebab timbulnya pemberontakan DI/TII di Aceh adalah kekecewaan Daud Beureuh karena status Aceh pada tahun 1950 diturunkan dari daerah istimewa menjadi karesidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara.           

(2)   Peristiwa

Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh yang waktu itu menjabat sebagai gubernur militer menyatakan bahwa Aceh merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan SM. Kartosuwirjo.

(3)   Penyelesaian

Dalam menghadapi pemberontakan DI/ TII di Aceh ini semula pemerintah menggunakan kekuatan senjata. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M. Yasin, Panglima Daerah Militer I/Iskandar Muda, pada tanggal 17-21 Desember 1962 diselenggarakan “Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh” yang mendapat dukungan tokoh-tokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan DI/ TII di Aceh dapat dipadamkan.

 

d)    DI/TII Sulawesi Selatan

(1)   Latar Belakang

Penyebab dari pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan adalah ketidakpuasan Kahar Muzakar terhadap kebijakan pemerintah mengenai rasionalisasi militer.

Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya yang tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan Perang RIS (APRIS). Tuntutan ini ditolak karena harus melalui penyaringan.

(2)   Peristiwa

Pemerintah melakukan pendekatan kepada Kahar Muzakar dengan memberi pangkat Letnan Kolonel. Akan tetapi pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan dan melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap rakyat.

Pada bulan Januari 1952, Kahar Muzakar menyatakan daerah Sulawesi Selatan sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan Kartosuwirjo.

(3)   Penyelesaian

Untuk mengatasi pemberontakan Kahar Muzakar, pemerintah melancarkan operasi militer dengan mengirimkan pasukan dari Devisi Siliwangi. Pemberontakan Kahar Muzakar cukup sulit untuk ditumpas, mengingat pasukan Kahar Muzakar sangat mengenal medan pertempuran. Akhirnya pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar tewas dalam sebuah pertempuran. Pembrontakan benar-benar dapat ditumpas pada Juli 1965.

 

 

e)    DI/TII Kalimantan Selatan

(1)   Latar Belakang Peristiwa

Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dikobarkan Ibnu Hadjar, seorang bekas Letnan Dua TNI. Ia memberontak dan menyatakan gerakannya sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwirjo. Dengan pasukan yang dinamakannya Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRYT), Ibnu Hadjar menyerang pos-pos kesatuan tentara di Kalimantan Selatan dan melakukan tindakan pengacauan pada bulan Oktober 1950.

(2)   Penyelesaian

Pemerintah memberi kesempatan kepada Ibnu Hadjar untuk menghentikan pemberontakannya secara baik-baik. Ia pernah menyerahkan diri dengan pasukannya. Ia diterima kembali ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia. Namun ia melarikan diri dan melanjutkan pemberontakan.

Pemerintah RI akhirnya mengambil tindakan tegas. Pada akhir tahun 1959, pasukan gerombolan Ibnu Hadjar dapat ditumpas. Ibnu Hadjar sendiri dapat ditangkap.

 

5.     Perkembangan Ekonomi Indonesia pada Masa Kemerdekaan

Pada awal Kemerdekaan, keadaan ekonomi bangsa Indonesia masih belum stabil. Hal ini disebabkan oleh masalah-masalah ekonomi yang terjadi saat itu. Misalnya, inflasi yang terlalu tinggi (hiperinflasi) dan blokade laut yang dilakukan Belanda.

a.    Permasalahan Inflasi

Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalami inflasi yang terlalu tinggi (hiperinflasi). Inflasi terjadi karena mata uang Jepang beredar secara tak terkendali. Pada saat itu, pemerintah tidak dapat menyatakan mata uang Jepang tidak berlaku karena belum memiliki mata uang sendiri sebagai penggantinya. Kas Negara pun kosong, pajak dan bea masuk sangat kecil. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengambil kebijakan berlakunya mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda dan mata uang pendudukan Jepang.

b.    Blokade Laut

Blokade laut yang dilakukan oleh Belanda dimulai pada bulan November 1945. Blokade ini menutup pintu keluar-masuk perdagangan Indonesia. Akibatnya, barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat diekspor, dan Indonesia tidak dapat memperoleh barang-barang impor yang sangat dibutuhkan. Tujuan Belanda melakukan blokade ini adalah untuk meruntuhkan perekonomian Indonesia, yaitu dengan:

1)    Mencegah masuknya senjata dan peralatan militer ke Indonesia.

2)    Mencegah keluarnya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik pengusaha asing lainnya.

3)    Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan yang dilakukan oleh bukan bangsa Indonesia.

Dalam rangka menghadapi blokade laut ini, pemerintah melakukan berbagai upaya, di antaranya sebagai berikut.

1)    Melaksanakan Program Pinjaman Nasional

2)    Melakukan Diplomasi ke India

3)    Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri

 

6.     Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Kemerdekaan

a.    Kehidupan Sosial

Sebelum kemerdekaan, telah terjadi diskriminasi rasial dengan membagi- bagi kelas-kelas masyarakat. Saat itu, masyarakat Indonesia didominasi oleh warga Eropa dan Jepang, sebagian besar warga pribumi hanyalah masyarakat rendahan yang menjadi pekerja bagi para bangsawan dan penguasa. Setelah Indonesia merdeka, segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dan semua warga Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang.

b.    Pendidikan

Pada masa penjajahan, kesempatan memperolah pendidikan bagi anak- anak Indonesia sangat terbatas. Dari sejumlah anak-anak usia sekolah, hanya sebagian kecil saja yang sempat menikmati sekolah. Akibatnya, sebagian besar penduduk Indonesia masih buta huruf. Oleh karena itu, segera setelah Proklamasi Kemerdekaan, pemerintah mengangkat Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K).

Ki Hajar Dewantara menjabat jabatan ini hanya selama 3 bulan. Kemudian, jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh Mr. T.S.G. Mulia yang hanya menjabat selama 5 bulan. Selanjutnya, jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh Mohammad Syafei. Kemudian, ia digantikan oleh Mr. Suwandi.

Pada masa jabatan Mr. Suwandi, dibentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang bertugas untuk meneliti dan merumuskan masalah pengajaran setelah kemerdekaan. Setelah menyelesaikan tugasnya, panitia ini menyampaikan saran-saran kepada pemerintah. Kemudian, disusunlah dasar struktur dan sistem pendidikan di Indonesia. Tujuan umum pendidikan di Indonesia merdeka adalah mendidik anak-anak menjadi warga negara yang berguna, yang diharapkan kelak dapat memberikan pengetahuannya kepada negara. Dengan kata lain, tujuan pendidikan pada masa itu lebih menekankan pada penanaman semangat patriotisme.

Pendidikan pada awal Kemerdekaan terbagi atas 4 tingkatan, yaitu: pendidikan rendah, pendidikan menengah pertama, pendidikan menengah atas, dan pendidikan tinggi. Pada akhir tahun 1949, tercatat sejumlah 24.775 buah sekolah rendah di seluruh Indonesia. Untuk pendidikan tinggi, sudah ada sekolah tinggi dan akademi di beberapa kota seperti Jakarta, Klaten, Solo dan Yogyakarta. Selain itu, ada pula universitas seperti Universitas Gadjah Mada.

c.     Kebudayaan

Perkembangan budaya sebenarnya sudah terjadi sejak Indonesia belum merdeka. Banyak seniman yang melakukan perjuangan dengan menggunakan karya seninya, seperti lukisan, puisi, prosa. Misalnya, Raden Saleh melakukan kritik terhadap penjajah Belanda dengan menggunakan media seni lukis. Lukisan yang dibuat oleh Raden Saleh menggambarkan suatu penderitaan rakyat Indonesia dan juga kekejaman dari penjajah Belanda.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar