Jumat, 01 Januari 2021

KEHIDUPAN MASYARAKAT PADA MASA HINDU-BUDDHA

 

Letak wilayah Indonesia sangat strategis, yaitu diapit oleh dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia, serta diapit oleh dua samudra, yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Posisi strategis Indonesia seperti ini tentu saja membawa pengaruh terhadap sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanan. Pengaruh dari agama dan budaya asing, seperti dari India, Arab, dan Cina serta dari negara-negara lain masuk ke Indonesia. Masuknya agama dan budaya asing ini telah memperkaya khasanah kebudayaan bangsa Indonesia. Corak agama dan keanekaragaman budaya bangsa Indonesia sekarang merupakan perpaduan dari agama dan budaya asing dengan agama dan budaya bangsa Indonesia asli.

 

 

1.   Masuknya Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia

Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Oleh karena itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut.

Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.

 

Berkaitan dengan masuknya agama Hindu dan Budha di Indonesia, terdapat beberapa dugaan (hipotesis) para ahli sebagai berikut.

 

1)   Hipotesis Brahmana

Hipotesis ini disampaikan oleh Van Leur, mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran budaya Hindu di Indonesia. Sebab pada waktu itu hanya kaum brahmana yang mempunyai hak untuk membaca kitab suci Weda. Sehingga hanya kasta brahmanalah yang memahami ajaran agama Hindu secara utuh dan benar. Selain itu para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan.

 

2)   Hipotesis Ksatria

F.D.K. Bosch adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria. Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan antargolongan di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, kemudian meninggalkan India. Rupanya, di antara mereka ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu.

 

3)   Hipotesis Waisya

Salah satu pendukung dari hipotesis waisya adalah N.J. Krom. Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu.

 

4)   Hipotesis Sudra

Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.

 

Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan Budha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik. Pendapat mengenai keaktifan orang-orang Indonesia ini diungkap oleh F.D.K Bosch.

Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Budha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Budha tersebut merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama Budha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.

 

 

2.   Pengaruh Hindu–Buddha terhadap Masyarakat di Indonesia

Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Budha dari India telah mengubah dan menambah khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.

a.    Agama/Kepercayaan

Sebelum masuknya agama Hindu dan Budha masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Dengan masuk dan berkembangnya agama Hindu dan Budha di Indonesia menjadi babak baru dalam kepercayaan masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia mulai menganut agama tersebut dan membawa perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya upacara keagamaan, upacara pemujaan dan bentuk tempat peribadatan.

b.    Pemerintahan

Sebelum masuknya pengaruh dari India, masyarakat Indonesia menganut sistem pemerintah kepala suku. Setelah masuknya pengaruh dari India, sistem pemerintah kepala suku diubah menjadi pemerintah oleh raja yang diwariskan secara turun-menurun. Para raja yang telah memeluk agama Hindu-Budha memakai gelar seperti raja-raja dari India.

Lahirlah kerajaan-kerajaan Hindu Budha seperti Kutai, Sriwijaya, dan Majapahit.

c.     Arsitektur

Masuknya pengaruh dari India dalam bidang arsitektur adalah bentuk candi yang berundak-undak diilhami dari tradisi megalitikum. Sebagai contoh Candi Borobudur yang berbentuk limas berundak-undak.

d.    Bahasa

Dengan masuknya Hindu-Budha di Indonesia membawa pengaruh dalam bidang bahasa, yaitu digunakannya bahasa Sanskerta. Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta.

e.    Sastra

Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra. Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-karya sastra yang muncul di Indonesia adalah:

1)    Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,

2)    Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan

3)    Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.

f.      Sosial

Sejak masuknya agama Hindu ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai mengenal sistem kasta dalam kehidupannya. Dalam kehidupan bermasyarakat, kasta yang dimiliki seseorang diwariskan secara turun-temurun. Sistem kasta ini membagi masyarakat Hindu ke dalam empat golongan besar, yaitu sebagai berikut.

1)    Kasta brahmana, terdiri dari para pendeta agama Hindu.

2)    Kasta kesatria, terdiri dari para bangsawan (keluarga raja) dan prajurit.

3)    Kasta waisya, terdiri dari para pedagang dan tuan tanah.

4)    Kasta sudra, terdiri dari para petani, buruh, dan nelayan.

 

3.   Kerajaan-Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia

Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia adalah sebagai berikut.

 

1.     Kerajaan Kutai

a.    Letak Kerajaan

Kerajaan kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak ditepi sungai Mahakam di Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat kota Tenggarong.

b.    Pendiri Dinasti

Diperkirakan Kerajaan Kutai berdiri pada abad 4 M dan merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Sumber sejarah Kerajaan Kutai berupa tujuh buah batu tertulis (prasasti) berbentuk tiang batu (yupa) yang ditemukan di muara Sungai Mahakam. Tulisan yupa itu menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta. Berdasarkan prasasti, pendiri Kerajaan Kutai adalah Kadungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut sebagai wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi berikutnya menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam kerajaan Kutai dan hal tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang telah memeluk agama Hindu.

c.    Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai merupakan terjemahan dari prasasti-prasasti yang ditemukan oleh para ahli. Dia ntara terjemahan tersebut adalah sebagai berikut :

1)    Masyarakat di Kerajaan Kutai tertata, tertib dan teratur

2)    Masyarakat di Kerajaan Kutai memiliki kemampuan beradaptasi dengan budaya luar (India), mengikuti pola perubahan zaman dengan tetap memelihara dan melestarikan budayanya sendiri.

d.    Kehidupan Ekonomi

Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.

Keterangan tertulis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.

e.    Kehidupan Budaya

Kehidupan budaya masyarakat Kutai sebagai berikut :

a)    Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi budaya nenek moyangnya.

b)    Masyarakat yang sangat tanggap terhadap perubahan dan kemajuan kebudayaan.

c)     Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam kehidupan kebudayaannya.

f.     Bukti Peninggalan

Bukti sejarah Kerajaan Kutai ini adalah ditemukannya tujuh buah prasasti yang berbentuk yupa (tiang batu)

1.     Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara terletak di daerah Jawa Barat dan diperkirakan berada di sekitar daerah Bogor. Kerjaaan ini berdiri pada abad ke-5 M. Raja yang memerintah adalah Purnawarman.

a.    Sumber Sejarah

Sumber sejarah tentang Kerajaan Tarumanegara adalah:

1)    Prasasti

Prasasti yang menyebutkan keberadaan Kerajaan Tarumanegara seperti berikut ini.

a)    Prasasti Ciaruteun (Bogor),

b)    Prasasti Kebon Kopi (Bogor),

c)     Prasasti Jambu (Bogor),

d)    Prasasti Tugu (Jakarta Utara).

e)    Prasasti Muara Cianten (Bogor),

f)      Prasasti Pasir Awi (Bogor), dan

g)    Prasasti Munjul (Banten), ditemukan tahun 1947.

 

Tulisan pada beberapa prasati, seperti pada Prasati Muara Cianten dan Prasasti Pasir Awi sampai saat ini belum dapat diartikan. Banyak informasi berhasil diperoleh dari tulisan pada kelima prasasti lainnya, terutama Prasasti Tugu yang merupakan prasasti terpanjang. Dari salah satu prasasti, yakni Prasati Ciaruteun yang ditemukan di Desa Ciampea, Bogor, diketahui bahwa Purnawarman dikenal sebagai raja yang gagah berani. Data sejarah yang lebih jelas, terdapat pada Prasasti Tugu. Pada prasasti yang panjang ini, dikatakan bahwa pada tahun pemerintahannya yang ke-22, Purnawarman telah menggali Sungai Gomati. Dari prasati tersebut, dapat disimpulkan bahwa Purnawarman memerintah dalam waktu yang cukup lama.

 

2)    Sumber dari Luar Negeri

Sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita Tiongkok antara lain sebagai berikut.

a)    Berita Fa-Hsien, tahun 414 M dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Budha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan sebagian masih animisme.

b)    Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To- lo-mo yang terletak di sebelah selatan.

c)     Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusaan dari To-lo-mo.

Dari tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.

 

b.    Kehidupan Politik

Berdasarkan tulisan-tulisan yang terdapat pada prasasti diketahui bahwa raja yang pernah memerintah di Tarumanegara hanyalah raja Purnawarman. Raja Purnawarman adalah raja besar yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal ini dibuktikan dari Prasasti Tugu yang menyatakan raja Purnawarman telah memerintah untuk menggali sebuah sungai. Penggalian ini sangat besar artinya, karena saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian rakyat.

c.    Kehidupan Sosial 

Kehidupan sosial kerajaan Tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya raja Purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya. Raja Purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.

d.    Kehidupan Ekonomi

Prasasti Tugu menyatakan bahwa raja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti ekonomis yang besar bagi masyarakat, karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di kerajaan Tarumanegara dengan dunia luar juga perdagangan dengan daerah-daerah di sekitarnya. Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat kerajaan Tarumanegara sudah berjalan teratur.

e.    Kehidupan Budaya

Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti kebesaran kerjaan Tarumanegara, dapat diketahui bahwa tingkat kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah berkembangnya kebudayaan tulis menulis di kerajaan tarumanegara.

 

1.     Kerajaan Melayu dan Sriwijaya

a.    Kerajaan Melayu

Kerajaan-kerajaan Budha di Sumatra muncul pada sekitar abad ke-6 dan ke-7. Sejarah mencatat ada dua kerajaan bercorak Budha di Sumatra, yaitu Kerajaan Melayu dan Kerajaan Sriwijaya. Nama kerajaan Sriwijaya selanjutnya mendominasi hampir seluruh informasi tentang kerajaan dari Sumatra pada abad ke -7 hingga ke-11. Kerajaan Melayu merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang bisa ditemukan, Kerajaan Melayu diperkirakan berpusat di daerah Jambi, tepatnya di tepi alur Sungai Batanghari. Di sepanjang alur Sungai Batanghari ditemukan banyak peninggalan berupa candi dan arca.

Sumber sejarah lain yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk keberadaan Kerajaan Melayu adalah catatan dari seorang pengelana dari Cina yang bernama I-Tsing (671-695). Ia menyebutkan bahwa pada abad ke-7 terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Melayu yang secara politik dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Dari cerita I-Tsing, diketahui bahwa Kerajaan Melayu terletak ke dalam Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan terdekat antara India dan Cina. Menurut Kitab Negarakertagama, pada tahun 1275, Raja Kertanegara dari kerajaan di Jawa mengadakan ekspedisi penaklukan ke Sumatra. Ekspedisi tersebut disebut ekspedisi Pamalayu.

Setelah cukup lama di bawah kekuasaan Sriwijaya, Kerajaan Melayu muncul kembali sebagai pusat kekuasaan di Sumatra. Pada abad 17, Adityawarman, putra Adwayawarman memerintah Kerajaan Melayu. Adityawarman memerintah hingga tahun 1375. Kemudian, digantikan oleh anaknya Anangwarman.

 

b.    Kerajaan Sriwijaya

 

Kerajaan Sriwijaya dikenal hampir oleh setiap bangsa yang berada di sekitarnya karena letaknya yang sangat strategis dan dekat dengan Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan yang sangat ramai.

Dari tepian sungai Musi di Sumatra Selatan, pengaruh Sriwijaya terus meluas hingga mencakup Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa Bagian Barat, Bangka, Jambi Hulu, dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting Kra. Luasnya wilayah laut yang dikuasainya menjadikan Sriwijaya sebagai kerajaan maritime yang besar di zamannya.

Sumber sejarah tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut.

1)    Berita Asing

a)    Berita Arab

Di pusat kerajaan Sriwijaya ditemukan perkampungan-perkampungan orang Arab sebagai tempat tiggal sementara. Selain itu keberadaan Sriwijaya diketahui dari sebutan orang-orang Arab terhadap Sriwijaya seperti Zabaq, Sabay, atau Sribusa.

b)    Berita India

Raja Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola.

c)     Berita Cina

Pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya telah menjalin hubungan perdagangan dengan pedagang-pedagang Cina, yang sering singgah di Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya ke India maupun ke Romawi.

2)    Prasasti

Prasasti yang ditemukan ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno adalah sebagai berikut.

a)    Prasasti Kedukan Bukit (684 M), menyebutkan bahwa Raja Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukkan Minangtamwan (Jambi).

 

b)    Prasasti Telaga Batu, tentang kutukan Raja Sriwijaya kepada rakyatnya yang tidak patuh dan berbuat kejahatan.

c)     Prasasti Talang Tuwo (684 M), tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.

d)    Prasasti Kota Kapur (686 M), Kerajaan Sriwijaya berusaha untuk menaklukkan bumi Jawa yang tidak setia kepada Sriwijaya. Ditemukan di Pulau Bangka.

e)    Prasasti Karang Berahi (686 M), ditemuka di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukkan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.

f)      Prasasti Ligor (775 M). ibukota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka.

g)    Prasasti Nalanda, menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai raja terakhir dari dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Dinasti Syailendra, dan juga menyebutkan bahwa Raja Paladewa berkenan membebaskan lima desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.

 

Berdasarkan keterangan yang terdapat pada prasasti tersebut dapat diketahui raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Sriwijaya seperti berikut ini.

a)    Raja Dapunta Hyang

Pemerintah dari Raja Dapunta Hyang ini berhasil diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit. Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya sampai ke Jambi dengan menduduki daerah Minangatamwan. Daerah itu memiliki arti yang sangat strategis di dalam bidang perekonomian Kerajaan Sriwijaya. Daerah Minangatamwan itu dekat dengan jalur pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka. Bahkan sejak semula Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi sebuah kerajaan maritime yang kuat.

b)    Raja Balaputra Dewa

Pemerintahan Raja Balaputra Dewa berhasil diketahui melalui Prasasti Nalanda. Pada masa tersebut Sriwijaya menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara, dan menjaln hubungan dengan kerajaan-kerajaan di India seperti Benggala (Nalanda) dan Chola.

c)     Raja Sangrama Wijayatunggawarman

Pasa masa pemerintahan, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran sebagai akibat dari serangan Kerajaan Cholamandala. Dalam serangan itu, Raja Sangrama Wijayatunggawarman berhasil ditangkap dan dibawa ke India. Tetapi oleh penguasa Kerajaan Cholamandala yang bernama Raja Kulotungga I, Raja Sriwijaya yang ditawan tersebut kemudian dibebaskan dan dikembalikan ke atas takhtanya.

 

Kerajaan Sriwijaya menjalankan kegiatan perekonomiannya melalui kegiatan perdagangan. Hal ini lebih disebabkan karena Sriwijaya terletak di tepi Selat Malaka yang menjadi pusat kegiatan perdagangan di kawasan Asia Tenggara. Para pelaut dan pedagang asing banyak yang singgah di Sriwijaya untuk menambah perbekalan, memperbaiki bagian kapal yang rusak, beristirahat, dan juga untuk melakukan aktivitas perdagangan.

 

Kehidupan sosial dari Sriwijaya tidak begitu banyak yang berhasil diketahui. Namun bisa dipastikan kehidupan masyarakat Sriwijaya erat kaitannya dengan dunia maritim. Pada masyarakat maritim terdapat sifat yang khas, yaitu terbuka dan mudah menerima hal-hal baru. Jadi tidak mengherankan apabila pengaruh dari luar negeri dengan cepat berkembang di Sriwijaya. Sementara itu, di Kerajaan Sriwijaya telah terdapat guru besar dalam bidang agama Budha seperti Dharmapala dan Sakyakirti.

 

Peninggalan budaya yang berhasil ditemukan dari zaman Kerajaan Sriwijaya berupa prasasti dan bangunan candi, seperti Candi Muara Takus.

 

Kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh beberapa hal berikut.

a)    Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M, ketika itu yang berkuasa di Sriwijaya ialah Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak berhasil, tetapi telah melemahkan Sriwijaya.

b)    Serangan dari Kerajaan Colamandala yang diperintahkan oleh Raja Rajendracoladewa pada tahun 1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke semenanjung Malaka dan berhasil menawan raja Sriwijaya. Serangan ketiga dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan oleh Wirarajendra, cucu Rajendracoladewa.

c)     Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-1292, yang diterima dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi), Mauliwarmadewa, semakin melemahkan kedudukan Sriwijaya.

d)    Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai yang mengambil alih posisi Sriwijaya.

e)    Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1477 yang mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan Majapahit

 

1.     Kerajaan Mataram Kuno

 

Kerajaan Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram. Pada awalnya terletak di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Daerah Mataram di Jawa Tengah dikelilingi oleh banyak pegunungan dan di tengahnya banyak mengalir sungai besar di antaranya sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo. Keadaan tanahnya subur sehingga pertumbuhan penduduknya cukup pesat.

Mataram Kuno sempat berpindah ke Jawa Timur. Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan oleh dua hal.

a.    Selama abad ke-7 sampai ke-9, terjadi serangan-serangan dari Sriwijawa ke Kerajaan Mataram Kuno. Besarnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya itu menyebabkan Kerajaan Mataram Kuno semakin terdesak ke wilayah timur.

b.    Terjadinya Letusan Gunung Merapi yang dianggap sebagai tanda pralaya atau kehancuran dunia. Kemudian, letak kerajaan di Jawa Tengah dianggap tidak layak lagi untuk ditempati.

 

Prasasti-prasasti yang menjelaskan tentang keberadaan kerajaan Mataram Kuno tersebut, antara lain: Prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Mantyasih, dan Prasasti Klurak

Selain prasasti yang menjadi sumber sejarah adanya kerajaan Mataram ada juga banyak bangunan-bangunan candi di Jawa Tengah, yang manjadi bukti peninggalan kerajaan Mataram yaitu seperti Candi-candi pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, yang terletak di Jawa Tengah Utara.

Selanjutnya di Jawa Tengah bagian selatan ditemukan candi antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari, dan masih banyak candi-candi yang lain.

Kerajaan Mataram diperintah oleh dua dinasti atau wangsa yaitu wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Syiwa dan wangsa Syaelendra yang beragama Budha.

Raja-raja pada Dinasti Sanjaya adalah: Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (pendiri Mataram Kuno), Sri Maharaja Rakai Pikatan, Sri Maharaja Watukura Diah Balitung, dan Sri Maharaja Rakai Wawa.

Nama raja-raja yang menonjol dari Dinasati Syailendra adalah Raja Indra, Raja Samarottunga, dan Raja Balaputra Dewa.

 

Kehidupan perekonomian rakyat Mataram Kuno bersumber pada kegiatan pertanian (agraris). Letak Kerajaan Mataram Kuno yang berada di daerah pedalaman menyebabkan perkembangan perekonomiannya tidak seperti perkembangan kerajaan maritim.

Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi berkembang usaha-usaha untuk memajukan pertanian. Kemudian pada masa pemerintahan Raja Diah Balitug kehidupan perekonomian rakyat semakin maju. Raja Diah Balitung memerintahkan pendirian pusat-pusat perdagangan seperti yang diberitakan melalui Prasasti Purworejo (900 M).

 

Pada beberapa prasasti dari Kerajaan Mataram Kuno menunjukkan terjalinnya hubungan yang baik antara kalangan istana dengan masyarakat desa. Walaupun ada perbedaan antara kehidupan istana dengan pedesaan, namun rakyatnya tidak asing lagi masuk ke istana. Hal ini menunjukkan hubungan antara seorang raja yang memerintah dengan rakyatnya berjalan dengan sangat baik.

Masyarakat Mataram Kuno terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu penganut agama Budha dan Hindu. Meskipun demkian, kedua kelompok masyarakat itu dapat hidup rukun dan berdampingan.

 

Peninggalan kebudayaan dari Kerajaan Mataram Kuno yang menonjol adalah bangunan candi. Bangunan candi tersebut dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu candi Hindu dan Budha. Candi-candi yang dibangun pada masa Dinasti Sanjaya antara lain kompleks Candi Dieng, Candi Prambanan (Candi Loro Jonggrang), Candi Sambisari, Candi Ratu Boko, dan Candi Gedong Songo.

Sedangkan pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra dibangun candi-candi untuk agama Budha, Candi-candi itu antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Sewu, dan sebagainya.

Pembangunan candi sebagai tempat pemujaan menunjukkan bahwa masyarakat setempat merupakan penganut agama Hindu/Budha yang taat. Selain itu, pembangunan candi yang besar dan megah harus dilakukan dengan cara bergotong-royong.

 

 

1.     Kerajaan Medang Kamulan

Kerajaan Medang Kamulan terletak di muara Sungai Brantas Jawa Timur. Ibu kota Medang Kemulan adalah Watan Mas. Kerajaan ini didirikan oleh Mpu Sindok, setelah ia memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pada awalnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kemulan mencakup daerah Nganjuk, Pasuruan, Surabaya, dan Malang.

a.    Sumber Sejarah

Prasasti yang menyebutkan keberadaan Kerajaan Medang Kemulan, antara lain adalah Prasasti Mpu Sindok dan Prasasti Kalkuta. Prasasti Mpu Sindok menyebutkan beberapa tulisan tentang usaha yang dilakukan Mpu Sindok ketika memerintah di Kerajaan Medang. Prasasti Kalkuta menyebutkan tentang silsilah raja-raja dari Dinasti Isyana sejak Mpu Sindok sampai masa pemerintahan Raja Airlangga.

b.    Kehidupan Politik

Raja-raja yang memerintah Kerajaan Medang Kamulan adalah sebagai berikut.

1)    Raja Mpu Sindok

Raja Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kamulan dengan gelar Mpu Sindok Isyanatunggadewa. Dari gelar Mpu Sindok itulah diambil nama Dinasti Isyana. Raja Mpu Sindok masih termasuk keturunan dari raja Dinasti Sabjaya (Mataram) di Jawa Tengah. Karena kondisi di Jawa Tengah tidak memungkinkan bertakhtanya Dinasti Sanjaya akibat desakan Kerajaan Sriwijaya, maka Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahannya ke Jawa Timur. Bahkan dalam prasasti terakhir Mpu Sindok (947 M) menyatakan bahwa Raja Mpu sindok adalah peletak dasar dari Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur.

2)    Dharmawangsa

Raja Dharmawangsa dikenal sebagai salah seorang raja yang memiliki pandangan politik yang tajam. Semua politiknya ditujukan untuk mengangkat derajat kerajaan. Kebesaran Raja Dharmawangsa tampak jelas pada politik luar negerinya.

3)    Airlangga

Dalam Prasasti Kalkuta disebutkan bahwa Raja Airlangga (Erlangga) masih termasuk keturunan dari Raja Mpu Sindok dari pihak ibunya. Ibunya bernama Mahendradata (Gunapria Dharmapatni) yang menikah dengan Raja Udayana dari Bali.

Setelah Airlangga turun takhta, tampuk kepemimpinan diserahkan kepada puterinya dari istri permaisuri, yaitu Sri Sanggramawijaya. Karena Sanggramawijaya menolak untuk diangkat sebagai ratu dan memilih menjadi pertapa, maka Airlangga memutuskan untuk membagi kekuasaan menjadi dua, yaitu kepada kedua putra Airlangga dari istri selir. Atas bantuan Empu Baradah, Kerajaan Medang Kamulan tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kediri dan Jenggala.

c.    Kehidupan Ekonomi

Raja Mpu Sindok mendirikan ibu kota kerajaannya di tepi Sungai Brantas, dengan tujuan menjadi pusat pelayaran dan perdagangan di daerah Jawa Timur. Bahkan pada masa pemerintahan Dharmawangsa, aktivitas perdagangan bukan saja di Jawa Timur, tetapi berkembang ke luar wilayah Jawa Timur.

Di bawah pemerintahan Raja Dharmawangsa, Kerajaan Medang Kamulan menjadi pusat aktivitas pelayaran perdagangan di Indonesia Timur. Namun akibat serangan dari Kerajaan Wurawari, segala perekonomian Kerajaan Medang Kamulan mengalami kehancuran.

 

1.     Kerajaan Kediri

 

Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu merupakan kerajaan yang terletak di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.

Keberadaan Kerajaan Kediri dapat diketahui melalui berita asing dan prasasti. Berita asing tentang Kerajaan Kediri berasal dari Cina. Berita Cina ini berasal dari kitab Chu-fan-chi yang dikarang oleh Chu Ju Kua (1220). Kitab ini mengambil cerita dari kitab sebelumnya seperti Ling-wai-tai-ta (1178) karangan Chu Ik Fei. Keduanya menerangkan kebedaraan Kerajaan Kediri pada abad ke-12 dan ke-13.

Sedangkan prasasti-prasasti yang menyebutkan keberadan Kerajaan Kediri sebagai berikut:

a.     Prasasti Sirah Keting (1104) dari zaman Raja Jayawarsa.

b.     Prasasti yang ditemukan di Tulunganggung dan Kertosono dari zaman Raja Bameswara.

c.     Prasasti Ngantang (1135) dari zaman Raja Jayabaya

d.     Prasasti Jaring (1181) dari zaman Raja Gandra

e.     Prasasti Kamulan (1194) dari zaman Raja Kertajaya

 

Kerajaan Kediri lahir dari pembagian Kerajaan Mataram oleh Raja Airlangga (1000-1049). Pemecahan ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan di antara anak-anak selirnya. Tidak ada bukti yang jelas bagaimana kerajaan tersebut dipecah dan menjadi beberapa bagian. Dalam babad disebutkan bahwa kerajaan dibagi empat atau lima bagian. Tetapi dalam perkembangannya hanya dua kerajaan yang sering disebut, yaitu Kediri (Pangjalu) dan Jenggala. Samarawijaya sebagai pewaris sah kerajaan mendapat ibukota lama, yaitu Dahanaputra, dan nama kerajaannya diubah menjadi Pangjalu atau dikenal juga sebagai Kerajaan Kediri.

 

Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Kediri yaitu sebagai berikut.

a.    Raja Jayawarsa

Dari Prasasti Sirah Keting (1104 M) diketahui masa pemerintahan Raja Jayawarsa. Dalam prasasti itu diungkapkan bahwa Raja Jayawarsa telah memberikan hadiah kepada rakyat sebuah desa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat desa itu telah berjasa kepada raja.

b.    Raja Bameswara

Prasasti-prasasti dari Raja Bameswara banyak ditemukan di daerah Tulungangung dan Kertosono. Prasastinya lebih banyak menceritakan masalah-masalah keagamaan, sedangkan masalah pemerintahan tidak diketahui secara pasti.

c.     Raja Jayabaya

Raja Jayabaya merupakan raja yang terkemuka dari Kerajaan Kediri. Di bawah pemerintahannya Kerajaan Kediri berhasil mencapai kejayaannya. Dalam Prasasti Ngantang dinyatakan bahwa Kerajaan Kediri telah memenangi sebuah peperangan. Pada waktu itu, Kerajaan Kediri telah berhasil mengalahkan Kerajaan Jenggala. Peristiwa itu kemudian diabadikan oleh pujangga Kerajaan Kediri yang bernama Mpu Sedah dan Mpu Panuluh dalam sebuah kitab yang berjudul Baratayudha.

Raja Jayabaya juga memiliki kemampuan sebagai ahli nujum atau ahli ramal. Ramalan-ramalan dikumpulkan dalam sebuah kitab yang bernama Jangka menyebutkan tentang beberapa hal seperti munculya seorang ratu adil yang kelak akan memerintah Indonesia.

d.    Raja-raja yang Tidak Diketahui Secara Pasti Pemerintahannya

Setelah meninggalnya Raja Jayabaya, Kerajaan Kediri diperintah oleh raja-raja yang tidak cakap. Sehingga kehidupan pemerintahan di Kerajaan Kediri tidak begitu jelas. Raja-raja itu antara lain Sarweswara, Aryeswara, Gandra, dan Kameswara.

e.    Raja Kertajaya

Raja Kertajaya merupakan raja terakhir yang memerintah Kerajaan Kediri. Raja Kertajaya lebih dikenal dengan sebutan Dandang Gendis. Pada masa pemerintahannya, Raja Kertajaya berupaya untuk mengurangi hak-hak dari kaum brahmana. Kaum Brahmana menentang tindakan yang dilakukan oleh Raja Kertajaya dan mereka meminta bantuan kepada akuwu/bupati Tumapel yang pada masa itu dijabat oleh Ken Arok.

Sementara itu, Ken Arok yang mendapat dukungan besar dari kaum brahmana melancarkan serangan ke Kerajaan Kediri. Pasukan Kediri yang langsung dipimpin oleh Raja Kertajaya bertemu dengan pasukan Tumapel yang dipimpin oleh Ken Arok. Pertemuan kedua pasukan itu menyebabkan terjadinya perang di daerah Ganter tahun 1222. Dalam perang itu, pasukan Kediri berhasil dihancurkan, sedangkan Raja Kertajaya dalam keadaan terluka parah melarikan diri. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Kerajaan Kediri. Sementara itu, Ken Arok langsung mengumumkan berdirinya Kerajaan Singasari.

 

 


1.     Kerajaan Singasari

 

Sejarah Kerajaan Singasari berawal dari daerah Tumapel, yang dikuasai oleh seorang akuwu (bupati). Letaknya di daerah pegunungan yang subur di wilayah Malang, dengan pelabuhannya bernama Pasuruan.

a.    Sumber Sejarah

Sumber sejarah Kerajaan Singasari adalah sebagai berikut.

1)    Kitab Pararaton, menceritakan tentang raja-raja Singasari.

Kitab Negara Kertagama, berisi silsilah raja-raja Majapahit yang memiliki hubungan erat dengan raja-raja Singasari.

2)    Prasasti-prasasti sesudah tahun 1248 M.

3)    Berita-berita asing (berita Cina), menyatakan bahwa Kaisar Khubilai Khan mengirim pasukannya untuk menyerang Kerajaan Singasari.

4)    Peninggalan-peninggalan purbakala berupa bangunan-bangunan Candi yang menjadi makam dari raja-raja Singasari seperti Candi Kidal, Candi Jago, Candi Singasari dan lain-lain.

 

b.    Kehidupan Politik

Raja-raja yang pernah memerintah Singasariadalah sebagai berikut.

1)    Ken Arok (1222–1227)

Ken Arok merupakan pendiri Kerajaan Singasari yang menjadi Raja Singasari dengan gelar Sri Rangga Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa).
Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227). Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–Budha.

2)    Anusapati (1227–1248)

Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan yang berarti. Anusapati meninggal karena dibunuh oleh Tohjaya (putra Ken Arok dengan Ken Umang) dan didharmakan di Candi Kidal.

3)    Tohjaya (1248)

Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjaya. Namun, Tohjaya memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjaya dan kemudian menduduki singgasana.

4)    Ranggawuni (1248–1268)

Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti.

Pemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari. Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardana meninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Budha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.

5)    Kertanegara (1268–-1292)

Kertanegara adalah raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja.


Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara. Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol.

Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai muka utusannya yang bernama Mengki. Tidakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke Jawa. Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.

Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanaga beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan tersebut.
Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati.
Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa-Budha (Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

 

c.    Kehidupan Budaya

Kehidupan budaya masyarakat Singasari dapat diketahui dari peninggalan candi-candi dan patung-patung yang berhasil dibangunnya. Candi hasil peninggalan Singasari, di antaranya adalah Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi Singasari. Adapun arca atau patung hasil peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes sebagai perwujudan dari Prajnyaparamita lambang kesempurnaan ilmu dan Patung Kertanegara dalam wujud Patung Joko Dolog.

 

 

1.     Kerajaan Majapahit

 

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Budha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.

 

a.    Sumber Sejarah

Sumber sejarah kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut.

1)    Kitab Pararaton yang menceritakan pemerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit.

2)    Kitab Negara Kertagama yang menceritakan keadaan Majapahit terutama masa kejayaan, yakni masa pemerintahan Hayam Wuruk.

3)    Kitab Sutasoma, menceritakan tentang Sutasoma seorang anak raja yang menjadi pendeta agama Budha. Ia bersedia mengorbankan dirinya untuk kepentingan orang lain.

4)    Peninggalan berupa bangunan candi dan reruntuhan istana di Trowulan.

Sedangkan sumber dari luar negeri diperoleh dari berita-berita Cina, seperti berita yang ditulis pada masa dinasti Ming (1368- 1643) dan berita dari Ma-Huan dalam bukunya Ying Yai menceritakan tentang keadaan masyarakat dan kota Majapahit tahun 1418 serta berita dari Portugis tahun 1518.

 

b.    Kehidupan Politik

Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut.

1)    Raden Wijaya

Berdirinya kerajaan Majapahit adalah usaha dan perjuangan Raden Wijaya dibantu pengikutnya. Ia mampu memanfaatkan kedatangan tentara Cina Mongol (Kubilai Khan) yang datang ke Pulau Jawa untuk menghukum Kertanegara. Kedatangan pasukan Kubilai Khan, dimanfaatkan untuk menyerang Jayakatwang di Kediri, sehingga kekalahan Kertanegara dapat terbalaskan karena Jayakatwang akhirnya meninggal di Ujung Galuh. Sedangkan pasukan Kubilai Khan melalui tipu muslihat Raden Wijaya dapat diusir dari pulau Jawa tahun 1293.

Raden Wijaya diangkat menjadi raja pertamanya dengan gelar Sri Kertajasa Jayawardhana. Roda pemerintahan di Kerajaan Majapahit telah dapat berjalan dengan baik. Namun pada awal pemerintahannya terjadi beberapa pemberontakan yang dilakukan oleh teman seperjuangannya dulu. Mereka merasa tidak puas terhadap kedudukan yang diperolehneya. Para pelaku pemberontakan itu antara  lain Sora dan Ranggalawe.

Pada tahun 1309, Raden Wijaya meninggal dunia. Ia dimakamkan di dua tempat yaitu di Antapura dalam bentuk Jina (Budha) dan di Candi Simping (Blitar) dalam bentuk Wisnu-Syiwa.

2)    Raja Jayanegara

Setelah Raden Wijaya wafat, putra permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara menggantikannya sebagai Raja Majapahit. Pada awal pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang meletus di masa ayahnya masih hidup. Selain pemberontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkara) yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager. Sebagai penghargaan atas jasanya itu, Gajah Mada diangkat menjadi patih di Kahuripan (1319 – 1321) dan kemudian di Daha (1321 – 1322), serta Kediri (1322 – 1330).

Raja Jayanegara wafat tahun1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaputra yang bernama Tanca.

3)    Ratu Tribhuana

 

Setelah meninggalnya Raja Jayanegara, takhta kerajaan dipegang oleh Gayatri (permaisuri Raden Wijaya). Tetapi, karena Gayatri telah menjadi biksuni maka takhta Kerajaan Majapahit dipedang oleh putrinya yang bernama Tribuana sebagai yakamanggala (wakil raja).

Pada masa pemerintahan Ratu Tribhuana juga terjadi pemberontakan. Pemberontakan itu dikenal dengan nama pemberontakan Sadeng (1331).

Patih Arya Tadah mengusulkan agar yang memimpin pasukan untuk menumpas pemberontakan itu adalah Gajah Mada. Usul itu disetujui oleh Ratu Tribhuana. Gajah Mada kemudian memimpin pasukan Majapahit dengan dibantu oleh pasukan Kerajaan Melayu yang dipimpin oleh Adityawarman. Pasukan gabungan itu berhasil menghancurkan pasukan Sadeng. Sebagai penghargaan atas jasanya itu, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Mangkubumi Kerajaan Majapahit (1331). Pada saat pengangkatannya, Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang terkenal dengan sebutan Sumpah Palapa. Artinya Gajah Mada tidak akan hidup bermewah-mewah sebelum Nusantara berhasil disatukan di bawah panji Kerajaan Majapahit.

Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Muruk dinobatkan sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara. Gajah Mada diangkat sebagai Patih Hamangkubumi.

4)    Raja Hayam Wuruk

Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit menguasai wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada Majapahit.

Gajah Mada meninggal tahun 1364. Meninggalnya Gajah Mada menjadi titik tolak kemunduran Majapahit. Setelah Gajah Mada tidak ada negarawan yang kuat dan bijaksana. Keadaan semakin memburuk setelah Hayam Wuruk juga meninggal pada tahun 1389. 

5)    Raja Wikrama Wardhana

Setelah Raja Hayam Wuruk meninggal dunia, takhta Kerajaan Majapahit dipedang oleh putrinya yang bernama Kusuma Wardhani. Ia kemudian menikah dengan Wikrama Wardhana. Wikrama Wardhana langsung menjalankan roda pemerintahan Kerajaan Majapahit atas nama permaisurinya.

Di samping Kusuma Wardhani, Raja Hayam Wuruk juga mempunyai putra yang terlahir dari selirnya. Anak yang lahir dari selir itu bernama Wirabhumi. Ia diberi wilayah kekuasaan di ujung timur Pulau Jawa, yaitu daerah Blambangan.

Pada tahun 1400, Kusuma Wardhani meninggal, sedangkan Wirakama Wardhana berkeinginan untuk menjadi biksu. Sebagai pengganti, Wikrama wardhana mengangkat putrinya yang bernama Suhita menjadi penguasa Majapahit. Pengangkatan Suhita ini ditentang oleh Wirabhuni, akibatnya meletuslah Perang Paregreg (1401 – 1406). Dalam perang itu, Wirabhumi berhasil dikalahkan dan keamanan Majapahit berhasil dipulihkan kembali.

Setelah masa pemerintahan Suhita terdapat beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Majapahit. Raja terakhir Majapahit bernama Raja Brawijaya V. Pada saat itu, Majapahit telah menjadi sebuah kerajaan yang lemah. Namun di pihak lain kedudukan penguasa pesisir yang telah memeluk agama Islam semakin kuat. Kekuasaan majapahit benar-benar berakhir setelah pasukan Demak di bawah pimpinan Raden Patah melakukan serangan ke Majapahit.

 

c.    Hasil Kebudayaan

Peninggalan Kerajaan Majapahit, antara lain sebagai berikut.

1)    Candi

                                 a)        Candi Panataran (Blitar)

                                 b)        Candi Tegalwangi dan Surawana (Kediri)

                                 c)        Candi Sawentar (Blitar)

                                 d)        Candi Brahu (Mojokerto)

                                 e)        Candi Sumberjat (Blitar)

                                  f)        Candi Tikus (Trowulan)

2)    Karya Sastra

                                 a)        Karya sastra dari zaman Majapahit awal

(1)   Kitab Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca.

(2)   Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular

(3)   Kitab Arjunawijaya karangan Mpu Tantular

                                 b)        Karya sastra dari zaman Majapahit akhir

(1)   Kitab Pararaton berisi riwayat raja-rata Singasari dan Majapahit

(2)   Kidung Sundayana menceritakan peristiwa Perang Bubat

(3)   Kitab Sorandaka menceritakan pemberontakan Sora.

(4)   Kitab Ranggalawe menceriktana pemberontakan Ranggalawe.

(5)   Kitab Panjiwijayakrama menceritakan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi raja.

(6)   Kita Usana Jawa menceritakan penaklukkan Bali oleh Gajah Mada dan Arya Damar

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar