Letak wilayah Indonesia sangat strategis, yaitu diapit oleh dua benua yaitu
Benua Asia dan Benua Australia, serta diapit oleh dua samudra, yaitu Samudra
Hindia dan Samudra Pasifik. Posisi strategis Indonesia seperti ini tentu saja
membawa pengaruh terhadap sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanan.
Pengaruh dari agama dan budaya asing, seperti dari India, Arab, dan Cina serta
dari negara-negara lain masuk ke Indonesia. Masuknya agama dan budaya asing ini
telah memperkaya khasanah kebudayaan bangsa Indonesia. Corak agama dan
keanekaragaman budaya bangsa Indonesia sekarang merupakan perpaduan dari agama
dan budaya asing dengan agama dan budaya bangsa Indonesia asli.
1. Masuknya
Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
Pada
permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat
peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini
menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas
perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu
jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Oleh
karena itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut.
Akibat
hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia
dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu
penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.
Berkaitan
dengan masuknya agama Hindu dan Budha di Indonesia, terdapat beberapa dugaan
(hipotesis) para ahli sebagai berikut.
1) Hipotesis Brahmana
Hipotesis ini disampaikan oleh Van Leur,
mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran budaya
Hindu di Indonesia. Sebab pada waktu itu hanya kaum brahmana yang mempunyai hak
untuk membaca kitab suci Weda. Sehingga hanya kasta brahmanalah yang memahami
ajaran agama Hindu secara utuh dan benar. Selain itu para brahmana mendapat
undangan dari penguasa Indonesia untuk menobatkan raja dan memimpin
upacara-upacara keagamaan.
2) Hipotesis Ksatria
F.D.K. Bosch adalah salah seorang
pendukung hipotesis ksatria. Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama
dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa
lampau di India sering terjadi peperangan antargolongan di dalam masyarakat.
Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, kemudian meninggalkan
India. Rupanya, di antara mereka ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia.
Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai
tempat tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan
budaya Hindu.
3) Hipotesis Waisya
Salah satu pendukung dari hipotesis
waisya adalah N.J. Krom. Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya
yang berasal dari kelompok pedagang telah berperan dalam menyebarkan budaya
Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa
beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya proses
penyebaran budaya Hindu.
4) Hipotesis Sudra
Von van Faber mengungkapkan bahwa
peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan golongan sudra menjadi orang
buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan mengikuti kaum waisya.
Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam
penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
Selain
pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang
belajar agama Hindu dan Budha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi
yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang
banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori
Arus Balik. Pendapat mengenai keaktifan
orang-orang Indonesia ini diungkap oleh F.D.K Bosch.
Pada umumnya
para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya Hindu
ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri.
Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Budha
di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini
mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para
ahli memperkirakan, arca Budha tersebut merupakan barang dagangan atau barang
persembahan untuk bangunan suci agama Budha. Selain itu, banyak pula ditemukan
prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan
prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan
Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.
2. Pengaruh Hindu–Buddha terhadap
Masyarakat di Indonesia
Masuknya
pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Budha dari India telah mengubah dan menambah
khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.
a.
Agama/Kepercayaan
Sebelum masuknya agama
Hindu dan Budha masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme. Dengan masuk dan berkembangnya agama Hindu dan Budha di Indonesia
menjadi babak baru dalam kepercayaan masyarakat Indonesia. Bangsa
Indonesia mulai menganut agama tersebut dan membawa perubahan pada kehidupan
keagamaan, misalnya upacara keagamaan, upacara pemujaan dan bentuk tempat
peribadatan.
b.
Pemerintahan
Sebelum masuknya pengaruh dari India,
masyarakat Indonesia menganut sistem pemerintah kepala suku. Setelah
masuknya pengaruh dari India, sistem pemerintah kepala suku diubah menjadi
pemerintah oleh raja yang diwariskan secara turun-menurun. Para raja yang telah
memeluk agama Hindu-Budha memakai gelar seperti raja-raja dari India.
Lahirlah kerajaan-kerajaan Hindu
Budha seperti Kutai, Sriwijaya,
dan Majapahit.
c.
Arsitektur
Masuknya pengaruh dari India dalam bidang arsitektur adalah bentuk candi yang berundak-undak
diilhami dari tradisi megalitikum. Sebagai contoh Candi Borobudur yang
berbentuk limas berundak-undak.
d.
Bahasa
Dengan masuknya
Hindu-Budha di Indonesia membawa pengaruh dalam bidang bahasa, yaitu
digunakannya bahasa Sanskerta. Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf Pallawa dan
berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini,
bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta.
e.
Sastra
Berkembangnya pengaruh India di
Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra. Karya sastra terkenal
yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya kitab-kitab itu
memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-karya
sastra yang muncul di Indonesia adalah:
1)
Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,
2)
Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan
3)
Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.
f. Sosial
Sejak masuknya agama Hindu ke Indonesia,
masyarakat Indonesia mulai mengenal sistem kasta dalam kehidupannya. Dalam
kehidupan bermasyarakat, kasta yang dimiliki seseorang diwariskan secara
turun-temurun. Sistem kasta ini membagi masyarakat Hindu ke dalam empat
golongan besar, yaitu sebagai berikut.
1)
Kasta brahmana, terdiri dari para pendeta agama
Hindu.
2)
Kasta kesatria, terdiri dari para bangsawan
(keluarga raja) dan prajurit.
3)
Kasta waisya, terdiri dari para pedagang dan
tuan tanah.
4)
Kasta sudra, terdiri dari para petani, buruh,
dan nelayan.
3. Kerajaan-Kerajaan
Hindu-Budha di Indonesia
Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia adalah sebagai berikut.
1.
Kerajaan Kutai
a.
Letak Kerajaan
Kerajaan kutai adalah
kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak ditepi sungai Mahakam di
Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat kota Tenggarong.
b.
Pendiri Dinasti
Diperkirakan Kerajaan Kutai berdiri pada
abad 4 M dan merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Sumber
sejarah Kerajaan Kutai berupa tujuh buah batu tertulis (prasasti) berbentuk
tiang batu (yupa) yang ditemukan di muara Sungai Mahakam. Tulisan yupa itu
menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta. Berdasarkan prasasti, pendiri
Kerajaan Kutai adalah Kadungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman
yang disebut sebagai wamsakerta (pembentuk
keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh Mulawarman. Penggunaan
nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi berikutnya menunjukkan telah
masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam kerajaan Kutai dan hal tersebut
membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang telah
memeluk agama Hindu.
c.
Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai
merupakan terjemahan dari prasasti-prasasti yang ditemukan oleh para ahli. Dia
ntara terjemahan tersebut adalah sebagai berikut :
1)
Masyarakat di Kerajaan Kutai tertata, tertib
dan teratur
2)
Masyarakat di Kerajaan Kutai memiliki kemampuan
beradaptasi dengan budaya luar (India), mengikuti pola perubahan zaman dengan
tetap memelihara dan melestarikan budayanya sendiri.
d.
Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Kutai berada pada jalur
perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik
untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan
perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping
pertanian.
Keterangan tertulis pada prasasti yang
mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah memberikan hartanya berupa minyak dan
20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.
e.
Kehidupan Budaya
Kehidupan budaya masyarakat Kutai
sebagai berikut :
a)
Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga
akar tradisi budaya nenek moyangnya.
b)
Masyarakat yang sangat tanggap terhadap
perubahan dan kemajuan kebudayaan.
c)
Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam
kehidupan kebudayaannya.
f.
Bukti Peninggalan
Bukti sejarah Kerajaan Kutai ini adalah
ditemukannya tujuh buah prasasti yang berbentuk yupa (tiang
batu)
1.
Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan
Tarumanegara terletak di daerah Jawa Barat dan diperkirakan berada di sekitar
daerah Bogor. Kerjaaan ini berdiri pada abad ke-5 M. Raja yang memerintah
adalah Purnawarman.
a.
Sumber Sejarah
Sumber sejarah tentang
Kerajaan Tarumanegara adalah:
1) Prasasti
Prasasti yang menyebutkan keberadaan
Kerajaan Tarumanegara seperti berikut ini.
a)
Prasasti Ciaruteun (Bogor),
b)
Prasasti Kebon Kopi (Bogor),
c)
Prasasti Jambu (Bogor),
d)
Prasasti Tugu (Jakarta Utara).
e)
Prasasti Muara Cianten (Bogor),
f)
Prasasti Pasir Awi (Bogor), dan
g)
Prasasti Munjul (Banten), ditemukan tahun 1947.
Tulisan pada beberapa prasati, seperti
pada Prasati Muara Cianten dan Prasasti Pasir Awi sampai saat ini belum dapat
diartikan. Banyak informasi berhasil diperoleh dari tulisan pada kelima
prasasti lainnya, terutama Prasasti Tugu yang merupakan prasasti terpanjang. Dari salah satu prasasti, yakni Prasati Ciaruteun yang ditemukan di Desa
Ciampea, Bogor, diketahui bahwa Purnawarman dikenal sebagai raja yang gagah
berani. Data sejarah yang lebih jelas, terdapat pada Prasasti Tugu. Pada
prasasti yang panjang ini, dikatakan bahwa pada tahun pemerintahannya yang
ke-22, Purnawarman telah menggali Sungai Gomati. Dari prasati tersebut,
dapat disimpulkan bahwa Purnawarman memerintah dalam waktu yang cukup lama.
2)
Sumber dari Luar Negeri
Sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita
Tiongkok antara lain sebagai berikut.
a) Berita Fa-Hsien, tahun 414 M dalam bukunya yang
berjudul Fa-Kao-Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti hanya sedikit dijumpai
orang-orang yang beragama Budha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama
Hindu dan sebagian masih animisme.
b) Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang
utusan dari To- lo-mo yang terletak di sebelah selatan.
c) Berita Dinasti Tang,
juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusaan dari To-lo-mo.
Dari tiga
berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis
penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.
b.
Kehidupan Politik
Berdasarkan
tulisan-tulisan yang terdapat pada prasasti diketahui bahwa raja yang pernah
memerintah di Tarumanegara hanyalah raja Purnawarman. Raja Purnawarman adalah
raja besar yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal ini
dibuktikan dari Prasasti Tugu yang menyatakan raja Purnawarman telah memerintah
untuk menggali sebuah sungai. Penggalian ini sangat besar artinya, karena
saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian rakyat.
c.
Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial kerajaan
Tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya raja Purnawarman
yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya. Raja
Purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang dianggap
penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan
sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.
d.
Kehidupan Ekonomi
Prasasti Tugu
menyatakan bahwa raja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat sebuah
terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti ekonomis
yang besar bagi masyarakat, karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk
mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di
kerajaan Tarumanegara dengan dunia luar juga perdagangan dengan daerah-daerah
di sekitarnya. Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat kerajaan
Tarumanegara sudah berjalan teratur.
e.
Kehidupan Budaya
Dilihat dari
teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang ditemukan
sebagai bukti kebesaran kerjaan Tarumanegara, dapat diketahui bahwa tingkat
kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan
budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah berkembangnya
kebudayaan tulis menulis di kerajaan tarumanegara.
1.
Kerajaan Melayu dan Sriwijaya
a.
Kerajaan Melayu
Kerajaan-kerajaan
Budha di Sumatra muncul pada sekitar abad ke-6 dan ke-7. Sejarah mencatat ada
dua kerajaan bercorak Budha di Sumatra, yaitu Kerajaan Melayu dan Kerajaan
Sriwijaya. Nama kerajaan Sriwijaya selanjutnya mendominasi hampir seluruh
informasi tentang kerajaan dari Sumatra pada abad ke -7 hingga ke-11. Kerajaan
Melayu merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Berdasarkan
bukti-bukti sejarah yang bisa ditemukan, Kerajaan Melayu diperkirakan berpusat
di daerah Jambi, tepatnya di tepi alur Sungai Batanghari. Di sepanjang alur
Sungai Batanghari ditemukan banyak peninggalan berupa candi dan arca.
Sumber
sejarah lain yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk keberadaan Kerajaan
Melayu adalah catatan dari seorang pengelana dari Cina yang bernama I-Tsing
(671-695). Ia menyebutkan bahwa pada abad ke-7 terdapat sebuah kerajaan bernama
Kerajaan Melayu yang secara politik dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan
Kerajaan Sriwijaya. Dari cerita I-Tsing, diketahui bahwa Kerajaan Melayu
terletak ke dalam Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan terdekat antara
India dan Cina. Menurut Kitab Negarakertagama, pada tahun 1275, Raja
Kertanegara dari kerajaan di Jawa mengadakan ekspedisi penaklukan ke Sumatra.
Ekspedisi tersebut disebut ekspedisi Pamalayu.
Setelah
cukup lama di bawah kekuasaan Sriwijaya, Kerajaan Melayu muncul kembali sebagai
pusat kekuasaan di Sumatra. Pada abad 17, Adityawarman, putra Adwayawarman
memerintah Kerajaan Melayu. Adityawarman memerintah hingga tahun 1375.
Kemudian, digantikan oleh anaknya Anangwarman.
b.
Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan
Sriwijaya dikenal hampir oleh setiap bangsa yang berada di sekitarnya karena letaknya yang sangat strategis dan dekat dengan Selat Malaka yang
merupakan jalur perdagangan yang sangat ramai.
Dari
tepian sungai Musi di Sumatra Selatan, pengaruh Sriwijaya terus meluas hingga
mencakup Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa Bagian Barat,
Bangka, Jambi Hulu, dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung
Malaya hingga ke Tanah Genting Kra. Luasnya wilayah laut yang dikuasainya
menjadikan Sriwijaya sebagai kerajaan maritime yang besar di zamannya.
Sumber sejarah tentang
keberadaan Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut.
1)
Berita Asing
a)
Berita Arab
Di pusat kerajaan Sriwijaya ditemukan
perkampungan-perkampungan orang Arab sebagai tempat tiggal sementara. Selain
itu keberadaan Sriwijaya diketahui dari sebutan orang-orang Arab terhadap
Sriwijaya seperti Zabaq, Sabay, atau Sribusa.
b)
Berita India
Raja Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin
hubungan dengan raja-raja di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola.
c)
Berita Cina
Pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya
telah menjalin hubungan perdagangan dengan pedagang-pedagang Cina, yang sering singgah
di Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya ke India maupun ke
Romawi.
2)
Prasasti
Prasasti yang ditemukan ditulis dengan
huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno adalah sebagai berikut.
a)
Prasasti Kedukan Bukit (684 M), menyebutkan
bahwa Raja Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang membawa tentara sebanyak 20.000
orang berhasil menundukkan Minangtamwan (Jambi).
b)
Prasasti Telaga Batu, tentang kutukan Raja Sriwijaya
kepada rakyatnya yang tidak patuh dan berbuat kejahatan.
c)
Prasasti Talang Tuwo (684 M), tentang pembuatan
Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.
d)
Prasasti Kota Kapur
(686 M), Kerajaan Sriwijaya berusaha untuk menaklukkan bumi Jawa yang tidak
setia kepada Sriwijaya. Ditemukan di Pulau Bangka.
e)
Prasasti Karang Berahi (686 M),
ditemuka di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukkan penguasaan Sriwijaya atas
daerah itu.
f)
Prasasti Ligor (775 M). ibukota Ligor dengan
tujuan untuk mengawasi pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka.
g)
Prasasti Nalanda, menyebutkan Raja Balaputra
Dewa sebagai raja terakhir dari dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa
Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya,
Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Dinasti
Syailendra, dan juga menyebutkan bahwa Raja Paladewa berkenan membebaskan lima
desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di
Nalanda.
Berdasarkan
keterangan yang terdapat pada prasasti tersebut dapat diketahui raja-raja yang
pernah memerintah di Kerajaan Sriwijaya seperti berikut ini.
a) Raja Dapunta Hyang
Pemerintah dari Raja Dapunta Hyang ini
berhasil diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit. Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaan
Kerajaan Sriwijaya sampai ke Jambi dengan menduduki daerah Minangatamwan.
Daerah itu memiliki arti yang sangat strategis di dalam bidang perekonomian
Kerajaan Sriwijaya. Daerah Minangatamwan itu dekat dengan jalur pelayaran dan
perdagangan di Selat Malaka. Bahkan sejak semula Dapunta Hyang telah
mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi sebuah kerajaan maritime yang
kuat.
b) Raja Balaputra Dewa
Pemerintahan Raja Balaputra Dewa
berhasil diketahui melalui Prasasti Nalanda. Pada masa tersebut Sriwijaya menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara, dan
menjaln hubungan dengan kerajaan-kerajaan di India seperti Benggala (Nalanda)
dan Chola.
c) Raja Sangrama Wijayatunggawarman
Pasa masa pemerintahan, Kerajaan
Sriwijaya mengalami kemunduran sebagai akibat dari serangan Kerajaan
Cholamandala. Dalam serangan itu, Raja Sangrama Wijayatunggawarman berhasil
ditangkap dan dibawa ke India. Tetapi oleh penguasa Kerajaan Cholamandala yang
bernama Raja Kulotungga I, Raja Sriwijaya yang ditawan tersebut kemudian
dibebaskan dan dikembalikan ke atas takhtanya.
Kerajaan Sriwijaya
menjalankan kegiatan perekonomiannya melalui
kegiatan perdagangan. Hal ini lebih disebabkan karena Sriwijaya terletak di
tepi Selat Malaka yang menjadi pusat kegiatan
perdagangan di kawasan Asia Tenggara. Para pelaut dan pedagang asing banyak
yang singgah di Sriwijaya untuk menambah perbekalan, memperbaiki bagian kapal
yang rusak, beristirahat, dan juga untuk melakukan aktivitas perdagangan.
Kehidupan sosial dari
Sriwijaya tidak begitu banyak yang berhasil diketahui. Namun bisa dipastikan kehidupan
masyarakat Sriwijaya erat kaitannya dengan dunia maritim. Pada masyarakat
maritim terdapat sifat yang khas, yaitu terbuka dan mudah menerima hal-hal
baru. Jadi tidak mengherankan apabila pengaruh dari luar negeri dengan cepat
berkembang di Sriwijaya. Sementara itu, di Kerajaan Sriwijaya telah terdapat
guru besar dalam bidang agama Budha seperti Dharmapala dan Sakyakirti.
Peninggalan budaya yang
berhasil ditemukan dari zaman Kerajaan Sriwijaya berupa prasasti dan bangunan
candi, seperti Candi Muara Takus.
Kemunduran dan
keruntuhan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh beberapa hal berikut.
a)
Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M, ketika
itu yang berkuasa di Sriwijaya ialah Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan
ini tidak berhasil, tetapi telah melemahkan Sriwijaya.
b)
Serangan dari Kerajaan Colamandala yang
diperintahkan oleh Raja Rajendracoladewa pada tahun 1023 dan 1030. Serangan ini
ditujukan ke semenanjung Malaka dan berhasil menawan raja Sriwijaya. Serangan
ketiga dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan oleh Wirarajendra, cucu
Rajendracoladewa.
c)
Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah
Raja Kertanegara, 1275-1292, yang diterima dengan baik oleh Raja Melayu
(Jambi), Mauliwarmadewa, semakin melemahkan kedudukan Sriwijaya.
d)
Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra
Pasai yang mengambil alih posisi Sriwijaya.
e)
Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin
Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1477 yang
mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan Majapahit
1.
Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan
Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram. Pada awalnya terletak di Jawa
Tengah
pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada
abad ke-10. Daerah Mataram di Jawa Tengah dikelilingi
oleh banyak pegunungan dan di tengahnya banyak mengalir sungai besar di antaranya
sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo. Keadaan tanahnya subur
sehingga pertumbuhan penduduknya cukup pesat.
Mataram
Kuno sempat berpindah ke Jawa Timur. Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno dari
Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan oleh dua hal.
a.
Selama abad ke-7 sampai
ke-9, terjadi serangan-serangan dari Sriwijawa ke Kerajaan Mataram Kuno.
Besarnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya itu menyebabkan Kerajaan Mataram Kuno
semakin terdesak ke wilayah timur.
b. Terjadinya Letusan Gunung Merapi yang dianggap sebagai tanda pralaya atau
kehancuran dunia. Kemudian, letak kerajaan di Jawa Tengah dianggap tidak layak
lagi untuk ditempati.
Prasasti-prasasti
yang menjelaskan tentang keberadaan kerajaan Mataram Kuno tersebut, antara lain: Prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Mantyasih,
dan Prasasti Klurak
Selain prasasti yang
menjadi sumber sejarah adanya kerajaan Mataram ada juga banyak
bangunan-bangunan candi di Jawa Tengah, yang manjadi bukti peninggalan kerajaan
Mataram yaitu seperti Candi-candi pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, yang
terletak di Jawa Tengah Utara.
Selanjutnya di Jawa
Tengah bagian selatan ditemukan candi antara lain Candi Borobudur, Candi
Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari, dan masih banyak
candi-candi yang lain.
Kerajaan Mataram
diperintah oleh dua dinasti atau wangsa yaitu wangsa Sanjaya yang beragama
Hindu Syiwa dan wangsa Syaelendra yang beragama Budha.
Raja-raja pada Dinasti
Sanjaya adalah: Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (pendiri Mataram Kuno), Sri
Maharaja Rakai Pikatan, Sri Maharaja Watukura Diah Balitung, dan Sri Maharaja
Rakai Wawa.
Nama raja-raja yang
menonjol dari Dinasati Syailendra adalah Raja Indra, Raja Samarottunga, dan
Raja Balaputra Dewa.
Kehidupan perekonomian
rakyat Mataram Kuno bersumber pada kegiatan pertanian (agraris). Letak Kerajaan
Mataram Kuno yang berada di daerah pedalaman menyebabkan perkembangan
perekonomiannya tidak seperti perkembangan kerajaan maritim.
Pada masa pemerintahan
Rakai Kayuwangi berkembang usaha-usaha untuk memajukan pertanian. Kemudian pada
masa pemerintahan Raja Diah Balitug kehidupan perekonomian rakyat semakin maju.
Raja Diah Balitung memerintahkan pendirian pusat-pusat perdagangan seperti yang
diberitakan melalui Prasasti Purworejo (900 M).
Pada beberapa prasasti
dari Kerajaan Mataram Kuno menunjukkan terjalinnya hubungan yang baik antara
kalangan istana dengan masyarakat desa. Walaupun ada perbedaan antara kehidupan
istana dengan pedesaan, namun rakyatnya tidak asing lagi masuk ke istana. Hal ini
menunjukkan hubungan antara seorang raja yang memerintah dengan rakyatnya
berjalan dengan sangat baik.
Masyarakat Mataram Kuno
terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu penganut agama Budha dan Hindu.
Meskipun demkian, kedua kelompok masyarakat itu dapat hidup rukun dan
berdampingan.
Peninggalan kebudayaan
dari Kerajaan Mataram Kuno yang menonjol adalah bangunan candi. Bangunan candi
tersebut dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu candi Hindu dan Budha.
Candi-candi yang dibangun pada masa Dinasti Sanjaya antara lain kompleks Candi
Dieng, Candi Prambanan (Candi Loro Jonggrang), Candi Sambisari, Candi Ratu
Boko, dan Candi Gedong Songo.
Sedangkan pada masa
pemerintahan Dinasti Syailendra dibangun candi-candi untuk agama Budha,
Candi-candi itu antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi
Kalasan, Candi Sari, Candi Sewu, dan sebagainya.
Pembangunan candi
sebagai tempat pemujaan menunjukkan bahwa masyarakat setempat merupakan
penganut agama Hindu/Budha yang taat. Selain itu, pembangunan candi yang besar
dan megah harus dilakukan dengan cara bergotong-royong.
1.
Kerajaan Medang Kamulan
Kerajaan Medang Kamulan
terletak di muara Sungai Brantas Jawa Timur. Ibu kota Medang Kemulan adalah
Watan Mas. Kerajaan ini didirikan oleh Mpu Sindok, setelah ia memindahkan pusat
pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pada
awalnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kemulan mencakup daerah Nganjuk,
Pasuruan, Surabaya, dan Malang.
a.
Sumber Sejarah
Prasasti yang menyebutkan keberadaan
Kerajaan Medang Kemulan, antara lain adalah Prasasti Mpu Sindok dan Prasasti
Kalkuta. Prasasti Mpu Sindok menyebutkan beberapa tulisan tentang usaha yang dilakukan Mpu Sindok ketika memerintah di Kerajaan Medang. Prasasti Kalkuta menyebutkan tentang silsilah raja-raja dari Dinasti Isyana sejak Mpu Sindok sampai masa pemerintahan Raja
Airlangga.
b.
Kehidupan Politik
Raja-raja yang memerintah Kerajaan
Medang Kamulan adalah sebagai berikut.
1)
Raja Mpu Sindok
Raja Mpu Sindok memerintah Kerajaan
Medang Kamulan dengan gelar Mpu Sindok Isyanatunggadewa. Dari gelar Mpu Sindok
itulah diambil nama Dinasti Isyana. Raja Mpu Sindok masih termasuk keturunan
dari raja Dinasti Sabjaya (Mataram) di Jawa Tengah. Karena kondisi di Jawa
Tengah tidak memungkinkan bertakhtanya Dinasti Sanjaya akibat desakan Kerajaan
Sriwijaya, maka Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahannya ke Jawa Timur.
Bahkan dalam prasasti terakhir Mpu Sindok (947 M) menyatakan bahwa Raja Mpu
sindok adalah peletak dasar dari Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur.
2)
Dharmawangsa
Raja Dharmawangsa dikenal sebagai salah
seorang raja yang memiliki pandangan politik yang tajam. Semua politiknya
ditujukan untuk mengangkat derajat kerajaan. Kebesaran Raja Dharmawangsa tampak
jelas pada politik luar negerinya.
3)
Airlangga
Dalam Prasasti Kalkuta disebutkan bahwa
Raja Airlangga (Erlangga) masih termasuk keturunan dari Raja Mpu Sindok dari
pihak ibunya. Ibunya bernama Mahendradata (Gunapria Dharmapatni) yang menikah
dengan Raja Udayana dari Bali.
Setelah Airlangga turun
takhta, tampuk kepemimpinan diserahkan kepada puterinya dari istri permaisuri,
yaitu Sri Sanggramawijaya. Karena Sanggramawijaya menolak untuk diangkat
sebagai ratu dan memilih menjadi pertapa, maka Airlangga memutuskan untuk
membagi kekuasaan menjadi dua, yaitu kepada kedua putra Airlangga dari istri
selir. Atas bantuan Empu Baradah, Kerajaan Medang Kamulan tersebut dibagi
menjadi dua bagian, yaitu Kediri dan Jenggala.
c.
Kehidupan Ekonomi
Raja Mpu Sindok mendirikan ibu kota
kerajaannya di tepi Sungai Brantas, dengan tujuan menjadi pusat pelayaran dan
perdagangan di daerah Jawa Timur. Bahkan pada masa pemerintahan Dharmawangsa, aktivitas
perdagangan bukan saja di Jawa Timur, tetapi berkembang ke luar wilayah Jawa
Timur.
Di bawah pemerintahan Raja Dharmawangsa,
Kerajaan Medang Kamulan menjadi pusat aktivitas
pelayaran perdagangan di Indonesia Timur. Namun akibat serangan dari Kerajaan
Wurawari, segala perekonomian Kerajaan Medang Kamulan mengalami kehancuran.
1.
Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri
atau Kerajaan Panjalu merupakan kerajaan yang terletak
di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang
terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.
Keberadaan Kerajaan
Kediri dapat diketahui melalui berita asing dan prasasti.
Berita asing tentang Kerajaan Kediri berasal dari Cina. Berita Cina ini berasal
dari kitab Chu-fan-chi yang dikarang oleh Chu Ju Kua (1220). Kitab ini
mengambil cerita dari kitab sebelumnya seperti Ling-wai-tai-ta (1178) karangan
Chu Ik Fei. Keduanya menerangkan kebedaraan Kerajaan Kediri pada abad ke-12 dan
ke-13.
Sedangkan prasasti-prasasti
yang menyebutkan keberadan Kerajaan Kediri sebagai berikut:
a.
Prasasti Sirah Keting (1104) dari zaman Raja
Jayawarsa.
b.
Prasasti yang ditemukan di Tulunganggung dan
Kertosono dari zaman Raja Bameswara.
c.
Prasasti Ngantang (1135) dari zaman Raja
Jayabaya
d.
Prasasti Jaring (1181) dari zaman Raja Gandra
e.
Prasasti Kamulan (1194) dari zaman Raja
Kertajaya
Kerajaan Kediri lahir
dari pembagian Kerajaan Mataram oleh Raja Airlangga (1000-1049). Pemecahan ini
dilakukan agar tidak terjadi perselisihan di antara anak-anak selirnya. Tidak
ada bukti yang jelas bagaimana kerajaan tersebut dipecah dan menjadi beberapa
bagian. Dalam babad disebutkan bahwa kerajaan dibagi empat atau lima bagian.
Tetapi dalam perkembangannya hanya dua kerajaan yang sering disebut, yaitu
Kediri (Pangjalu) dan Jenggala. Samarawijaya sebagai pewaris sah kerajaan
mendapat ibukota lama, yaitu Dahanaputra, dan nama kerajaannya diubah menjadi
Pangjalu atau dikenal juga sebagai Kerajaan Kediri.
Raja-raja
yang pernah memerintah Kerajaan Kediri yaitu sebagai berikut.
a.
Raja Jayawarsa
Dari Prasasti
Sirah Keting (1104 M) diketahui masa pemerintahan Raja
Jayawarsa. Dalam prasasti itu diungkapkan bahwa Raja Jayawarsa telah memberikan
hadiah kepada rakyat sebuah desa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat desa
itu telah berjasa kepada raja.
b.
Raja Bameswara
Prasasti-prasasti dari
Raja Bameswara banyak ditemukan di daerah Tulungangung dan Kertosono.
Prasastinya lebih banyak menceritakan masalah-masalah keagamaan, sedangkan
masalah pemerintahan tidak diketahui secara pasti.
c.
Raja Jayabaya
Raja Jayabaya merupakan
raja yang terkemuka dari Kerajaan Kediri. Di
bawah pemerintahannya Kerajaan Kediri berhasil mencapai kejayaannya. Dalam
Prasasti Ngantang dinyatakan bahwa Kerajaan Kediri telah memenangi sebuah
peperangan. Pada waktu itu, Kerajaan Kediri telah berhasil mengalahkan Kerajaan
Jenggala. Peristiwa itu kemudian diabadikan oleh pujangga Kerajaan Kediri yang
bernama Mpu Sedah dan Mpu Panuluh dalam sebuah kitab yang berjudul Baratayudha.
Raja Jayabaya juga
memiliki kemampuan sebagai ahli nujum atau ahli ramal. Ramalan-ramalan
dikumpulkan dalam sebuah kitab yang bernama Jangka menyebutkan tentang beberapa
hal seperti munculya seorang ratu adil yang kelak akan memerintah Indonesia.
d.
Raja-raja yang Tidak Diketahui Secara Pasti
Pemerintahannya
Setelah meninggalnya
Raja Jayabaya, Kerajaan Kediri diperintah oleh raja-raja yang tidak cakap.
Sehingga kehidupan pemerintahan di Kerajaan Kediri tidak begitu jelas.
Raja-raja itu antara lain Sarweswara, Aryeswara, Gandra, dan Kameswara.
e.
Raja Kertajaya
Raja Kertajaya
merupakan raja terakhir yang memerintah Kerajaan Kediri. Raja Kertajaya lebih
dikenal dengan sebutan Dandang Gendis. Pada masa pemerintahannya, Raja
Kertajaya berupaya untuk mengurangi hak-hak dari kaum
brahmana. Kaum Brahmana menentang tindakan yang dilakukan oleh Raja Kertajaya
dan mereka meminta bantuan kepada akuwu/bupati Tumapel
yang pada masa itu dijabat oleh Ken Arok.
Sementara itu, Ken Arok
yang mendapat dukungan besar dari kaum brahmana melancarkan serangan ke
Kerajaan Kediri. Pasukan Kediri yang langsung dipimpin oleh Raja Kertajaya
bertemu dengan pasukan Tumapel yang dipimpin oleh Ken Arok. Pertemuan kedua
pasukan itu menyebabkan terjadinya perang di daerah Ganter tahun 1222. Dalam
perang itu, pasukan Kediri berhasil dihancurkan, sedangkan Raja Kertajaya dalam
keadaan terluka parah melarikan diri. Dengan
demikian, berakhirlah kekuasaan Kerajaan Kediri. Sementara itu, Ken Arok
langsung mengumumkan berdirinya Kerajaan Singasari.
1.
Kerajaan Singasari
Sejarah
Kerajaan Singasari berawal dari daerah Tumapel, yang dikuasai oleh seorang
akuwu (bupati). Letaknya di daerah pegunungan yang subur di wilayah Malang,
dengan pelabuhannya bernama Pasuruan.
a. Sumber Sejarah
Sumber
sejarah Kerajaan Singasari adalah sebagai berikut.
1) Kitab Pararaton, menceritakan tentang raja-raja Singasari.
Kitab Negara Kertagama,
berisi silsilah raja-raja Majapahit yang memiliki hubungan erat dengan
raja-raja Singasari.
2) Prasasti-prasasti sesudah tahun 1248 M.
3) Berita-berita asing (berita Cina), menyatakan bahwa Kaisar Khubilai Khan
mengirim pasukannya untuk menyerang Kerajaan Singasari.
4) Peninggalan-peninggalan purbakala berupa bangunan-bangunan Candi yang
menjadi makam dari raja-raja Singasari seperti Candi Kidal, Candi Jago, Candi
Singasari dan lain-lain.
b. Kehidupan Politik
Raja-raja
yang pernah memerintah Singasariadalah sebagai berikut.
1) Ken Arok (1222–1227)
Ken Arok merupakan pendiri
Kerajaan Singasari yang menjadi Raja Singasari dengan gelar Sri Rangga Rajasa
Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai
munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra
(Girindrawangsa).
Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227). Pada tahun 1227 Ken
Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok
dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–Budha.
2) Anusapati (1227–1248)
Dengan meninggalnya Ken
Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka
waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan
pembaharuan-pembaharuan yang berarti. Anusapati meninggal karena dibunuh oleh
Tohjaya (putra Ken Arok dengan Ken Umang) dan didharmakan di Candi Kidal.
3) Tohjaya (1248)
Dengan meninggalnya
Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjaya. Namun, Tohjaya
memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama
Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka
dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjaya dan kemudian
menduduki singgasana.
4) Ranggawuni (1248–1268)
Ranggawuni naik takhta
Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh
Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai
ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti.
Pemerintahan Ranggawuni
membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari. Pada tahun 1254,
Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja
(raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan
Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardana meninggal dunia dan didharmakan di
Jajaghu atau Candi Jago sebagai Budha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai
Siwa.
5) Kertanegara (1268–-1292)
Kertanegara adalah raja
Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan
seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja
Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri,
yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk
dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang
kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani.
Banyak Wide dijadikan bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja.
Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain.
Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi
Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan
pengirimkan Arca Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara.
Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali,
Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin
hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan
perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol.
Kubilai Khan menuntut
raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang
dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai muka utusannya yang bernama
Mengki. Tidakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan marah besar dan bermaksud
menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke Jawa. Mengetahui sebagian besar
pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang
(Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari
dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah
selatan merupakan pasukan inti.
Pasukan Kediri dari arah
selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan
menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanaga
beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan tersebut.
Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya
berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan
dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat
pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah
yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati.
Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang.
Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang
dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa-Budha (Bairawa) di
Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang
sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.
c. Kehidupan Budaya
Kehidupan budaya
masyarakat Singasari dapat diketahui dari peninggalan candi-candi dan
patung-patung yang berhasil dibangunnya. Candi hasil peninggalan Singasari, di
antaranya adalah Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi Singasari. Adapun arca atau
patung hasil peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes
sebagai perwujudan dari Prajnyaparamita lambang kesempurnaan ilmu dan Patung
Kertanegara dalam wujud Patung Joko Dolog.
1.
Kerajaan
Majapahit
Kerajaan Majapahit
adalah kerajaan Hindu-Budha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap
sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya
terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia
timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
a. Sumber Sejarah
Sumber sejarah kerajaan
Majapahit adalah sebagai berikut.
1) Kitab Pararaton yang menceritakan pemerintahan raja-raja Singasari dan
Majapahit.
2) Kitab Negara Kertagama yang menceritakan keadaan Majapahit terutama masa
kejayaan, yakni masa pemerintahan Hayam Wuruk.
3) Kitab Sutasoma, menceritakan tentang Sutasoma seorang anak raja yang
menjadi pendeta agama Budha. Ia bersedia mengorbankan dirinya untuk kepentingan
orang lain.
4) Peninggalan berupa bangunan candi dan reruntuhan istana di Trowulan.
Sedangkan sumber dari luar
negeri diperoleh dari berita-berita Cina, seperti berita yang ditulis pada masa
dinasti Ming (1368- 1643) dan berita dari Ma-Huan dalam bukunya Ying Yai
menceritakan tentang keadaan masyarakat dan kota Majapahit tahun 1418 serta
berita dari Portugis tahun 1518.
b. Kehidupan Politik
Raja-raja yang pernah
memerintah Kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut.
1) Raden Wijaya
Berdirinya kerajaan
Majapahit adalah usaha dan perjuangan Raden Wijaya dibantu pengikutnya. Ia
mampu memanfaatkan kedatangan tentara Cina Mongol (Kubilai Khan) yang datang ke
Pulau Jawa untuk menghukum Kertanegara. Kedatangan pasukan Kubilai Khan, dimanfaatkan
untuk menyerang Jayakatwang di Kediri, sehingga kekalahan Kertanegara dapat
terbalaskan karena Jayakatwang akhirnya meninggal di Ujung Galuh. Sedangkan
pasukan Kubilai Khan melalui tipu muslihat Raden Wijaya dapat diusir dari pulau
Jawa tahun 1293.
Raden Wijaya diangkat menjadi raja
pertamanya dengan gelar Sri Kertajasa Jayawardhana. Roda
pemerintahan di Kerajaan Majapahit telah dapat berjalan dengan baik. Namun pada
awal pemerintahannya terjadi beberapa
pemberontakan yang dilakukan oleh teman seperjuangannya dulu. Mereka merasa
tidak puas terhadap kedudukan yang diperolehneya. Para pelaku pemberontakan itu
antara lain Sora dan
Ranggalawe.
Pada tahun 1309, Raden Wijaya meninggal
dunia. Ia dimakamkan di dua tempat yaitu di Antapura dalam bentuk Jina (Budha)
dan di Candi Simping (Blitar) dalam bentuk Wisnu-Syiwa.
2) Raja Jayanegara
Setelah Raden Wijaya wafat, putra
permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara menggantikannya sebagai Raja
Majapahit. Pada awal pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi sisa
pemberontakan yang meletus di masa ayahnya masih
hidup. Selain pemberontakan Kuti dan Sumi,
Raja Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkara)
yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager. Sebagai
penghargaan atas jasanya itu, Gajah Mada diangkat menjadi patih di Kahuripan (1319
– 1321) dan kemudian di Daha (1321 – 1322), serta Kediri (1322 – 1330).
Raja Jayanegara wafat tahun1328 karena
dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaputra yang
bernama Tanca.
3) Ratu Tribhuana
Setelah meninggalnya Raja Jayanegara,
takhta kerajaan dipegang oleh Gayatri (permaisuri Raden Wijaya). Tetapi, karena
Gayatri telah menjadi biksuni maka takhta Kerajaan Majapahit dipedang oleh
putrinya yang bernama Tribuana sebagai yakamanggala (wakil raja).
Pada masa pemerintahan Ratu Tribhuana
juga terjadi pemberontakan. Pemberontakan itu dikenal dengan nama pemberontakan
Sadeng (1331).
Patih Arya Tadah mengusulkan agar yang
memimpin pasukan untuk menumpas pemberontakan itu adalah Gajah Mada.
Usul itu disetujui oleh Ratu Tribhuana. Gajah Mada kemudian memimpin pasukan
Majapahit dengan dibantu oleh pasukan Kerajaan Melayu yang dipimpin oleh
Adityawarman. Pasukan gabungan itu berhasil menghancurkan pasukan Sadeng.
Sebagai penghargaan atas jasanya itu, Gajah Mada diangkat menjadi Patih
Mangkubumi Kerajaan Majapahit (1331). Pada saat pengangkatannya, Gajah Mada
mengucapkan sumpahnya yang terkenal dengan sebutan Sumpah Palapa. Artinya Gajah
Mada tidak akan hidup bermewah-mewah sebelum Nusantara berhasil disatukan di
bawah panji Kerajaan Majapahit.
Pada tahun 1334, lahirlah
putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350,
Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22 tahun. Ia wafat
pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Muruk dinobatkan sebagai raja Majapahit
dan bergelar Sri Rajasanagara. Gajah Mada diangkat sebagai Patih Hamangkubumi.
4) Raja Hayam Wuruk
Di bawah pemerintahan
Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya.
Kerajaan Majapahit menguasai wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah
Nusantara tunduk pada Majapahit.
Gajah Mada meninggal tahun
1364. Meninggalnya Gajah Mada menjadi titik tolak kemunduran Majapahit. Setelah
Gajah Mada tidak ada negarawan yang kuat dan bijaksana. Keadaan semakin
memburuk setelah Hayam Wuruk juga meninggal pada tahun 1389.
5) Raja Wikrama Wardhana
Setelah Raja Hayam Wuruk meninggal
dunia, takhta Kerajaan Majapahit dipedang oleh putrinya yang bernama Kusuma
Wardhani. Ia kemudian menikah dengan Wikrama Wardhana. Wikrama Wardhana
langsung menjalankan roda pemerintahan Kerajaan Majapahit atas nama
permaisurinya.
Di samping Kusuma Wardhani, Raja Hayam
Wuruk juga mempunyai putra yang terlahir dari selirnya.
Anak yang lahir dari selir itu bernama Wirabhumi. Ia diberi wilayah kekuasaan
di ujung timur Pulau Jawa, yaitu daerah Blambangan.
Pada tahun 1400, Kusuma Wardhani
meninggal, sedangkan Wirakama Wardhana berkeinginan untuk menjadi biksu.
Sebagai pengganti, Wikrama wardhana mengangkat putrinya yang bernama Suhita
menjadi penguasa Majapahit. Pengangkatan Suhita ini ditentang oleh Wirabhuni,
akibatnya meletuslah Perang Paregreg (1401 – 1406). Dalam perang itu, Wirabhumi
berhasil dikalahkan dan keamanan Majapahit berhasil dipulihkan kembali.
Setelah masa pemerintahan Suhita
terdapat beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Majapahit. Raja terakhir
Majapahit bernama Raja Brawijaya V. Pada saat itu, Majapahit
telah menjadi sebuah kerajaan yang lemah. Namun di pihak lain kedudukan
penguasa pesisir yang telah memeluk agama Islam semakin kuat. Kekuasaan
majapahit benar-benar berakhir setelah pasukan Demak di bawah pimpinan Raden
Patah melakukan serangan ke Majapahit.
c. Hasil Kebudayaan
Peninggalan Kerajaan
Majapahit, antara lain sebagai berikut.
1) Candi
a)
Candi Panataran
(Blitar)
b)
Candi Tegalwangi dan
Surawana (Kediri)
c)
Candi Sawentar (Blitar)
d)
Candi Brahu (Mojokerto)
e)
Candi Sumberjat (Blitar)
f)
Candi Tikus (Trowulan)
2) Karya Sastra
a)
Karya sastra dari zaman
Majapahit awal
(1) Kitab Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca.
(2) Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular
(3)
Kitab Arjunawijaya karangan
Mpu Tantular
b)
Karya sastra
dari zaman Majapahit akhir
(1) Kitab Pararaton berisi riwayat raja-rata Singasari dan Majapahit
(2) Kidung Sundayana menceritakan peristiwa Perang Bubat
(3) Kitab Sorandaka menceritakan pemberontakan Sora.
(4) Kitab Ranggalawe menceriktana pemberontakan Ranggalawe.
(5) Kitab Panjiwijayakrama menceritakan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi
raja.
(6) Kita Usana Jawa menceritakan penaklukkan Bali oleh Gajah Mada dan Arya
Damar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar